Bukittinggi tidak hanya terkenal dengan Jam Gadang dan panorama alamnya yang indah, tetapi juga menyimpan deretan bangunan cagar budaya yang bersejarah.
Jejak masa kolonial, perjuangan, hingga perkembangan agama dapat ditemukan melalui bangunan-bangunan bersejarah yang masih berdiri hingga kini.
Mulai dari rumah gadang Engku Palo, makam tokoh agama Tuanku Imam Jirek, hingga istana Bung Hatta.
Beberapa diantaranya pernah menjadi pusat pemerintahan dan tentu saja menjadi saksi bisu perjalanan panjang kota Bukitinggi.
Berikut adalah tujuh bangunan cagar budaya di Bukittinggi yang menarik untuk ditelusuri lebih dalam.
1. Rumah Gadang Engku Palo (Suku Tanjung)
Rumah Gadang Engku Palo berdiri megah sejak tahun 1929, dimana dalam masa penjajahan, gelar “Engku Palo” sejajar dengan jabatan regent atau demang.
Rumah ini berada satu kompleks dengan situs Lubang Jepang Kasiak, sehingga letaknya sangat strategis untuk dikunjungi wisatawan.
Berbeda dengan rumah gadang tradisional Minangkabau pada umumnya yang terbuat dari kayu.
Bangunan ini menggunakan telah menggunakan bahan modern seperti semen dengan atap seng serta memiliki dua gonjong.
Ornamen lengkungannya menampilkan sentuhan arsitektur Belanda, sehingga tampak unik sebagai hasil perpaduan budaya.
Sayangnya, sejak tahun 2009 rumah ini kosong karena penghuni terakhir meninggal dunia, sementara anak-anaknya merantau ke Jakarta.
Walaupun begitu, kondisinya masih terawat baik dan menjadi salah satu cagar budaya penting di Bukittinggi.
2. Cerobong Asap Campago Ipuh
Di Jalan H. Miskin No. 101, Nagari Campago Ipuh, terdapat sebuah bangunan unik berupa cerobong asap.
Didirikan pada tahun 1928 sebagai tempat pembakaran sampah, namun, pada masa pendudukan Jepang, fungsinya berubah menjadi tempat pembakaran bata.
Walaupun terlihat sederhana, cerobong asap ini menyimpan nilai historis sebagai saksi perjalanan kota Bukittinggi di era kolonial.
Kini, keberadaannya menjadi salah satu bukti nyata bahwa bangunan utilitas pun bisa memiliki nilai budaya yang penting.
3. Makam Tuanku Imam Jirek
Salah satu cagar budaya bernuansa religi adalah makam Tuanku Imam Jirek, beliau dikenal pernah menjabat sebagai kadhi atau pejabat agama di Bukittinggi.
Walaupun riwayat hidupnya tidak banyak tercatat, keberadaan makam ini tetap dihormati oleh masyarakat setempat.
Menariknya batu nisan pada makam berbentuk menhir pipih yang terletak di kedua ujung jirat.
Kini, jiratnya sudah diperbarui dengan porselin putih sehingga tampak lebih terawat.
Makam ini sekaligus menjadi pengingat bahwa perkembangan agama Islam di Bukittinggi tidak bisa dilepaskan dari tokoh-tokoh ulama lokal yang berperan besar.

4. Hotel Centrum
Bangunan bersejarah lainnya adalah Hotel Centrum, tidak ada catatan resmi mengenai pembangunannya, namun diperkirakan telah eksis sejak awal abad ke -20.
Setelah Indonesia merdeka, hotel ini kemudian berganti nama menjadi Hotel Merdeka.
Hotel Centrum sekalugus juga menjadi saksi bisu geliat pariwisata dan kehidupan sosial di Bukittinggi pada masa kolonial.
Arsitekturnya yang khas gaya bergaya Eropa menambah nilai estetika, sekaligus menjadikannya bukti perkembangan kota pada masa lalu.
Baca Juga 6 Tempat Bersejarah di Payakumbuh yang Mungkin Belum Kamu Ketahui
5. Gereja Katolik St. Petrus Klaver
Tidak hanya masjid dan surau, Bukittinggi juga memiliki bangunan cagar budaya berupa Gereja Katolik St. Petrus Klaver.
Gereja ini pertama kali dibuka oleh misionaris Belanda pada 4 Oktober 1927 dan sejak tahun 1960 pengelolaannya diambil alih oleh Serikat Xaverian Indonesia.
Sebagai pusat peribadatan umat Katolik di Bukittinggi, gereja ini tidak hanya penting secara spiritual, tetapi juga menjadi bukti keberagaman budaya dan agama.
Bangunannya yang kokoh masih digunakan hingga sekarang, menandakan peran pentingnya dalam sejarah sosial Bukittinggi.
Lokasinya sangat strategis di Jalan Jend Sudirman Bukitinggi, jadi siapaun akan dengan mudah menemukannya.
6. Istana Bung Hatta
Salah satu ikon penting cagar budaya di Bukittinggi adalah Istana Bung Hatta, dahulu, kawasan ini merupakan kantor residen Belanda di wilayah Padangsche Bovenlanden.
Selain menjadi kantor, area ini juga dilengkapi rumah dinas pejabat tertinggi Belanda di daerah tersebut.
Setelah kemerdekaan, bangunan ini kemudian dikenal sebagai Istana Bung Hatta, menghormati tokoh proklamator yang juga sempat tinggal di sana.
Kini, istana tersebut difungsikan sebagai museum dan sering menjadi lokasi acara resmi sekaligus destinasi wisata sejarah yang ramai dikunjungi.
7. Lembaga Pemasyarakatan Bukittinggi
Memiliki sejarah panjang dan sudah ada sejak 1840, berdasarkan laporan Mr. C.J. van Asska berjudul Verslag over het Gevangeniswezen.
Namun, kondisinya saat itu sangat memprihatinkan dimana atap dan dinding hanya ditutupi alang-alang dengan banyak bagian bangunan yang rusak.
Seiring waktu, penjara tersebut kemudian diperbaiki dan difungsikan kembali, sehingga kini dikenal sebagai Lembaga Pemasyarakatan Bukittinggi.
Selain perannya dalam sistem hukum, bangunan ini juga menjadi saksi sejarah dinamika kehidupan sosial dan politik di Sumatera Barat sejak zaman kolonial.
Menyusuri Jejak Sejarah di Bukittinggi
Ketujuh bangunan cagar budaya diatas memperlihatkan betapa kayanya sejarah Bukittinggi.
Dengan melestarikan bangunan-bangunan tersebut, generasi mendatang bisa terus belajar tentang sejarah, memahami nilai budaya, sekaligus menjaga identitas lokal.
Membuktikan bahwa Bukitinggi bukan hanya tentang wisata alam dan kuliner, tetapi juga tentang warisan berharga yang terus hidup melalui bangunan cagar budayanya.
Editor: Nanda Bismar