Tradisi Mairiak merupakan kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dalam  rangka memisahkan bulir padi dari tangkainya dengan menggunakan kaki.
Ketika padi sudah masak, pemilik sawah akan menyiapkan segala sesuatu untuk panen hingga merencanakan waktu untuk melakukan mairiak.
Selain sebagai tradisi, mairiak juga menjadi bagian penting dari budaya masyarakat Minangkabau yang mencerminkan nilai-nilai kebersamaan.
Di zaman sekarang, tradisi mairiak yang kaya akan nilai-nilai tersebut mulai tergerus, bahkan jarang sekali tradisi ini masih eksis di tengah masyarakat Minangkabau.
Hal ini juga disebabkan oleh berbagai alat dan mesin yang menggantikan prosesi mairiak seperti mesin kipas ataupun power thresher.
Jika pun masih ada yang menggunakan cara tradisional iriak, hal tersebut hanya terjadi di dalam lingkup keluarga dan tidak melibatkan banyak orang seperti dulu.
Walaupun semakin tergerus dan tergantikan oleh kecanggihan mesin panen, tradisi ini pernah menjadi bagian dari kehidupan orang Minang.
Untuk mengetahui mengenai tradisi unik yang satu ini, berikut ulasan menariknya dari West Sumatra 360,
Pemilihan Waktu Tradisi Mairiak
Tradisi mairiak pada praktiknya dapat dilakukan baik pada siang hari maupun malam hari, namun yang paling umum dilakukan yaitu pada malam hari.
Hal ini disebabkan oleh udara yang dirasakan lebih sejuk pada malam hari, sehingga pekerjaan mairiak dapat dilakukan dengan cepat dan mudah.
Biasanya, jumlah padi juga menjadi pertimbangan pemilihan waktu sebelum melakukan prosesi mairiak.
Apabila jumlah padi yang akan diproses sedikit, mairiak dilakukan pada siang hari dengan jumlah peserta yang juga sedikit, sedangkan jika jumlah padi cukup banyak, mairiak dilakukan pada malam hari.
Pada siang hari, kegiatan yang biasanya dilakukan adalah memotong atau menyabit padi serta membuat lungguak padi.
Proses mairiak dimulai setelah waktu magrib dan akan selesai menjelang tengah malam, sebelum pergantian hari.
Setelah itu, menjelang pagi, dilanjutkan dengan kegiatan membersihkan padi (maangin dan manampi) serta mengangkut padi ke rumah untuk disimpan.
Sebagai sumber penerangan ketika mairiak dilakukan pada malam hari, biasanya digunakan lampu strongkeng yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar.
Minimal satu lampu strongkeng digunakan, namun seringkali juga digunakan lebih dari satu agar dapat memberikan pencahayaan yang cukup di area mairiak.
Lokasi Pelaksanaan Tradisi Mairiak
Tempat atau lokasi pelaksanaan mairiak biasanya berada di sawah yang sudah dipanen, dengan pemilihan bidang sawah yang datar dan cukup luas.
Setelah padi dipanen, area yang dianggap sesuai akan dibersihkan dari sisa batang padi yang tertinggal untuk dijadikan tempat mairiak dan tempat istirahat.
Tumpukan batang padi yang akan dipisahkan biasanya disebut lungguak atau kalungguak.
Ukuran lungguak bergantung pada jumlah padi yang dipanen, semakin banyak padinya, semakin besar dan tinggi lungguak tersebut.
Biasanya, tumpukan batang padi yang sudah dipotong disusun sedemikian rupa sehingga tingginya bisa setinggi manusia dan berbentuk seperti huruf U.
Kegiatan mairiak dilakukan ditengah lungguak atau disekitarnya untuk memudahkan pengambilan batang padi.
Baca Juga Berbagai Keunikan Tradisi Pesta Panen di Sumatera Barat
Prosesi Yang Dilakukan dalam Tradisi mairiak
Tradisi mairiak dimulai dengan persiapan yang matang dari para petani, yang mencakup pemilihan waktu yang tepat untuk memulai panen dan mengundang beberapa masyarakat untuk bergabung.
Prosesi dimulai dengan mengucapkan doa bersama untuk memohon kelancaran panen dan keselamatan bagi para petani.
Penyelenggara kegiatan mairiak biasanya adalah setiap orang yang memiliki atau mengelola sawah.
Apabila sawah tersebut dikelola oleh orang lain, maka pemilik sawah tetap menjadi pelaksana tradisi mairiak dan bertanggung jawab atas persiapan mairiak.
Biasanya, tokoh yang dihormati dalam komunitas atau kepala suku akan menjadi pemimpin yang mengarahkan peserta dalam memulai dan menyediakan segala hal yang diperlukan.
Para pelaksana kegiatan mairiak umumnya adalah anggota keluarga atau kerabat dekat yang telah diberitahu sebelumnya untuk membantu dalam pekerjaan mairiak tersebut.
Keluarga yang terlibat tidak hanya terbatas pada hubungan satu suku (sekaum), tetapi juga dapat melibatkan kerabat dari pihak suami atau istri (ipar besan), saudara, anak, menantu, dan lainnya.
Jumlah peserta yang ikut membantu berkisar antara 10 hingga 20 orang, atau bahkan lebih, terutama jika pemilik sawah memiliki banyak keluarga, tetangga, dan kenalan.
Peserta mairiak bisa terdiri dari laki-laki dan perempuan, namun pekerjaan utama mairiak, biasanya dilakukan oleh laki-laki dewasa.
Kaum perempuan dalam kelompok tersebut melakukan tugas pendukung, seperti menyiapkan atau mengantarkan makanan dan minuman, hingga membersihkan jerami dari bulir padi yang sudah dipisahkan (mangirai).
Setelah semua prosesi selesai, biasanya juga akan diakhiri dengan makan bersama ataupun menyantap berbagai hidangan khas Minangkabau.
Hidangan seperti bubur kacang hijau, lamang tapai, surabi dan segelas kopi atau teh menjadi sangat populer dalam tradisi mairiak.
Editor: Nanda Bismar