Kota Padang, khususnya kawasan Kota Tua, menyimpan banyak bukti sejarah masa lampau, salah satunya adalah bangunan klenteng See Hin Kiong.
Klenteng tersebut berada di pusat kota, tepatnya di Jalan Klenteng No. 312, Kelurahan Kampung Pondok, Kecamatan Padang Barat.
Selain menjadi yang tertua, See Hin Kiong juga merupakan klenteng pertama yang didirikan di Kota Padang.
Klenteng ini memiliki sejarah yang panjang dan menarik. Didirikan pada tahun 1841, klenteng menjadi tempat ibadah bagi masyarakat Tionghoa setempat.
Penasaran dengan seluk beluk dan sejarah klenteng See Hin Kiong? Berikut ulasan menariknya dari West Sumatra 360,
Sejarah Klenteng See Hin Kiong
Klenteng See Hin Kiong didirikan oleh marga Tjiang dan Tjoan Tjiu, yang datang ke Kota Padang untuk berniaga.
Walaupun didirikan oleh dua marga ini, klenteng ini secara keseluruhan diperuntukkan bagi seluruh etnis Tionghoa di Padang.
Hal ini diketahui dari prasasti atau batu peringatan yang dulunya terletak di sisi timur dan barat bagian dalam klenteng.
Prasasti yang ditulis oleh Lie Goan Hoat pada 1 November 1905 tidak mencantumkan tahun pendirian klenteng.
Tetapi terdapat sebuah lonceng dengan tanggal pembuatan tahun 1841.
Arsitektur Bangunan
Sejak didirikan, Klenteng See Hin Kiong telah menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting dalam sejarah Kota Padang.
Bangunan lama Klenteng See Hin Kiong memiliki dua pintu masuk persis menghadap halaman depan.
Salah satu pintu tersebut berhadapan dengan sebuah kolam persegi yang terletak tepat di tengah halaman klenteng.
Kolam ini dihiasi dengan dua patung naga yang saling berhadapan, dipisahkan oleh sebuah guci besar, serta sebuah jembatan yang menghubungkan kedua patung naga tersebut.
Pada bagian depan bangunan induk terdapat dua tempat pembakaran hio atau perabuan, yang merupakan tempat untuk membakar dupa.
Masuk ke dalam bangunan induk klenteng, terdapat tiga ruangan yaitu ruang utama yang berada di tengah, ruang semedi di sisi kanan, dan ruang perkantoran pada bagian kiri.
Atap bangunan kleneteng sangat mencirikan budaya tionghoa, dengan hiasan naga dan atap berwarna merah yang dihiasi warna kuning keemasan.
Atapnya dibuat dengan model tanduk atau gonjong, mirip dengan atap rumah gadang.
Di ambang pintu terdapat papan nama dengan huruf cina berwarna emas yang menggantung dari atap.
Seluruh dinding luar penuh dengan hiasan ukiran dan lukisan sebelas naga pada bagian atasnya.
Semua ornamen tentu saja memiliki makna khusus dalam budaya Tionghoa, menambah keindahan dan keunikan klenteng.
Baca Juga 7 Destinasi Wisata Sumatera Barat, Serasa Berada di Luar Negeri
Mengalami Kebakaran dan Pembangunan Ulang
Pada tahun 1861, bangunan klenteng yang awalnya terbuat dari kayu dan atap rumbia mengalami kebakaran.
Kebakaran itu memicu Kapiten Lie Goan Hoat bersama dengan Letnan Liem Soen Mo dan Letnan Lie Bian Ek untuk bermufakat membangun kembali klenteng.
Mereka mengajak seluruh komunitas Tionghoa di Padang untuk mengumpulkan dana guna melakukan pembangunan ulang.
Berdasarkan prasasti yang ada, pendirian ulang klenteng dimulai pada tahun Cina Koei Yoe bulan 12 tanggal 3 dan selesai pada tahun Peng Tji bulan 12, dengan total waktu pengerjaan selama empat tahun.
Setelah itu Klenteng See Hin Kiong dibangun kembali dengan desain yang hampir identik dengan bangunan lama.
Klenteng baru kemudian didesain oleh seorang arsitek dari China, mengambil model dari klenteng kuno yang berasal dari Hokkian, Tjoan Tjiu.
Struktur bangunannya dikerjakan oleh pekerja lokal, sementara eksterior dan interiornya dikerjakan oleh ahli dari luar negeri.
Pada akhir Maret 2013, bangunan baru Klenteng See Hin Kiong diresmikan kembali.
Benda-benda bersejarah berusia ratusan tahun yang merupakan peninggalan dari bangunan klenteng lama juga ditempatkan di bangunan baru.
Saat Peristiwa Gempa Bumi Tahun 2009
Pada 30 September 2009, gempa bumi berkekuatan 7,6 SR menghancurkan sebagian besar bangunan klenteng.
Aktivitas keagamaan Tri Dharma kemudian sementara menggunakan bangunan sementara yang dibangun di depan klenteng lama.
Ruang kanan dan kiri klenteng yang runtuh membuat bangunan induk nyaris tidak bersisa.
Pada Desember 2010, para tuako dan warga Tionghoa sepakat mendirikan Klenteng See Hin Kiong baru di seberang jalan klenteng lama.
Musibah kembali melanda pada 25 Juni 2016 ketika atap klenteng lama ambruk diterjang angin kencang disertai hujan lebat.
Bangunan klenteng lama yang merupakan cagar budaya Kelas A Kota Padang kemudian difungsikan sebagai museum, menjaga sejarah panjang dan artefak berharga klenteng ini.
Sebagai Objek Wisata Sejarah
Saat ini, Klenteng See Hin Kiong bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah bagi komunitas Tionghoa di Padang.
Melainkan juga menjadi salah satu tujuan wisata sejarah yang menarik di kawasan Kota Tua Kampung Pondok.
Klenteng ini terbuka untuk umum, meskipun ditutup ketika sedang ada upacara keagamaan. Klenteng See Hin Kiong dibuka setiap hari pukul 06.00 WIB dan tutup pukul 21.00 WIB.
Saat dibuka untuk wisatawan, tetap diberlakukan batasan agar kesucian dari klenteng tetap terjaga.
Demikianlah ulasan mengenai klenteng tertua sekaligus bersejarah di Kota Padang. Silahkan tinggalkan komentar, atau ingin sesuatu untuk diketahui seputar Sumatra Barat.
Editor: Nanda Bismar