Batombe adalah sebuah tradisi lisan yang sangat menarik dari masyarakat Minangkabau yang tinggal di Nagari Abai, Solok Selatan, Sumatera Barat.
Tradisi ini berupa pertunjukan berbalas pantun yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dengan diiringi tarian.
Pantun yang diucapkan dalam batombe berisi nasihat, etika pergaulan, cerita percintaan, dan hal-hal lain yang relevan dengan kehidupan masyarakat.
Asal kata “batombe” berasal dari kata dasar “tombe” yang memiliki arti tonggak, musyawarah, dan persatuan.
Dengan tambahan imbuhan “ba-” atau “ber-“, maka batombe dapat diartikan sebagai tradisi yang memiliki tonggak, dilakukan dengan musyawarah, dan bertujuan untuk membentuk persatuan.
Sejarah Batombe
Sejarah munculnya tradisi Batombe dipercaya berasal dari kisah pembangunan Rumah Gadang 21 Ruang.
Pada masa sebelum penjajahan Belanda, Nagari Abai masih merupakan daerah yang sangat terpencil dan dikelilingi oleh hutan belantara yang penuh dengan ancaman satwa liar seperti harimau, babi hutan, dan ular.
Sehingga masyarakat merasa cemas tinggal di sana, untuk menghadapi ancaman tersebut, para tokoh masyarakat melakukan musyawarah dan memutuskan untuk membangun Rumah Gadang 21 Ruang sebagai tempat perlindungan bagi warga.
Dalam proses pembangunan ini, para laki-laki mencari kayu-kayu yang tepat dari hutan untuk menjadi bahan bangunan, sedangkan para perempuan membantu dengan menyediakan makanan dan minuman bagi para pekerja.
Namun, kelelahan akibat pekerjaan pembangunan rumah gadang membuat semangat mereka merosot.
Untuk mengembalikan semangat mereka, beberapa orang memulai mendendangkan pantun dengan petuah dan kata-kata pembangkit semangat.
Lama kelamaan beberapa dari mereka mengiringi dengan gerakan tari, semangat masyarakat kembali membara, dan mereka semakin bersemangat melanjutkan pekerjaan mereka.
Sejarah Batombe Lainya
Cerita lain berlanjut ketika hendak mengangkut kayu yang telah ditebang, tiba-tiba kayu tersebut tidak bisa bergerak.
Hal ini membuat masyarakat bingung dan cemas, karena segala upaya telah dilakukan namun kayu tetap tidak bisa bergerak.
Setelah melalui musyawarah, mereka memutuskan untuk menyembelih seekor kerbau sebagai penghormatan dan ritual mekinta izin kepada makhluk halus atau penunggu yang tinggal dalam kayu tersebut.
Ritual penyembelihan kerbau ini kemudian juga menjadi bagian penting dari setiap pertunjukan Batombe hingga saat ini.
Batombe tetap identik dengan Rumah Gadang 21 Ruang milik suku Melayu Sigintiu, yang merupakan rumah gadang terpanjang di Nagari Abai.
Walaupun saat ini batombe juga dipertunjukkan di rumah gadang lainnya, tetapi Rumah Gadang Melayu Sigintiu tetap menjadi tempat utama.
Dimana Batombe dihargai sebagai warisan budaya dan tradisi yang unik dari masyarakat Abai.
Pertunjukan Batombe
Pertunjukan Batombe biasanya dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dewasa, pada malam hari mulai dari pukul 21.00 hingga pukul 04.00 WIB, di dalam rumah gadang.
Para pemain Batombe mengenakan pakaian khusus dengan hiasan sepintas mirip seperti pakaian kesenian silek dengan baju guntiang cino dan celana galombang tapak itiak.
Adanya perbedaan antara pakaian batombe dengan silek adalah pada bagian leher dan lenganya yang panjang dengan benang emas.
Untuk pakaian wanitanya memiliki warna yang cukup beragam, seperti merah, hitam atau hijau dengan ikat kepala warna kuning keemasan dan sehelai kain sisampiang (kain yang terikat pada bagian pinggang).
Awalnya pertunjukan dimulai dengan pantun pembuka oleh penghulu (datuak).
Baca Juga 5 Kesenian Tradisional Kabupaten Solok Selatan yang Hampir Punah
Selanjutnya, mereka saling berbalas pantun sambil menari dengan energik, menciptakan suasana keceriaan dan semangat yang menular kepada penonton.
Balas membalas pantun juga akan diiringi oleh alat musik yang terdiri dari rabab, gandang dan telempong.
Para pemain Batombe akan terus mengikuti irama musik dan menari dengan formasi melingkar dan pendendang berada di bagian tengah.
Gerakannya akan berputar dan semakin lama akan semakin cepat tempo dan iramanya.
Semakin larut malam, pantun yang didendangkan akan lebih ke percintaan, para tamu yang hadirpun juga diperbolehkan ikut bergabung dan menari serta menunjukan kebolehannya dalam berbalas pantun.
Mereka saling menggoda dan saling melibatkan emosi individu ke dalam suasana pertunjukkan sehingga Batombe pun dapat digunakan sebagai media untuk menjalin cinta.
Berikut Contoh Pantun Batombe
Pantun 1:
Nagari Alam Pauah Duo
Duo jo Nagari Bukik Sundi
Suduik mato nan elah manggilo
Ati tak amuah dipaliang lai e
Pantun 2:
Dipandang danau bariak
Sama tabang bakalompok
Raso ka rareh buah nan masak
Ka eden tampuang jo ati harok
Tradisi lisan Batombe menjadi bagian penting dari identitas masyarakat Nagari Abai dan sangat dihargai hingga saat ini.
Dengan pertunjukan Batombe, masyarakat tidak hanya menyampaikan pesan-pesan moral dan nasihat, tetapi juga memperkuat ikatan persaudaraan dan persatuan di antara mereka.
Ikuti terus West Sumatra 360, untuk mengetahui budaya unik lainnya tentang Sumatera Barat!
Video Promosi Seni Batombe Nagari Abai, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat