Buru Babi adalah sebuah tradisi unik yang telah dihelat selama ratusan tahun di Sumatera Barat.
Masyarakat sekitar yang gemar berburu babi dapat menyalurkan hobi sekaligus berburu babi liar di pinggir hingga dalam hutan.
Kegiatan ini juga menjadi bagian dari budaya dan tradisi masyarakat Minangkabau yang tinggal di Sumatera Barat.
Buru Babi biasanya dilakukan oleh sekelompok orang, terutama pada musim panen atau saat ada perayaan khusus.
Dalam Berburu Babi, sejumlah orang berkumpul untuk memburu babi liar yang dianggap merusak tanaman pertanian atau merugikan masyarakat setempat.
Selain menggunakan anjing pemburu, para pemburu juga menggunakan senjata tradisional seperti tombak atau parang.
Saat sekarang ini buru babi telah menjadi selayaknya hobi dan gaya hidup olahraga.
Masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah “baburu” dan sudah menjadi ajang olahraga tersendiri.
Pekumpulan para pemburu babi biasanya disebut dengan istilah PORBI (Persatuan Olahraga Buru Babi).
Sejarah Buru Babi di Sumatra Barat
Para leluhur suku-suku di daerah seperti Minangkabau dan Mentawai, menganggap buru babi sebagai keterampilan penting dalam bertahan hidup dan sebagai bagian dari upacara adat atau pengendalian hama perusak tanaman.
Seiring berjalannya waktu, praktik ini berkembang menjadi tradisi berburu yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Tradisi berburu babi di Sumatera Barat dilakukan oleh masyarakat Minang karena babi hutan juga dianggap sebagai hama yang mengganggu di wilayah perkebunan dan ladang warga.
Para leluhur orang Sumatera Barat menggunakan anjing sebagai mitra untuk mengatasi masalah babi hutan ini.
Anjing pemburu digunakan karena dianggap efektif dalam mengejar babi yang berlari cepat dan juga berfungsi sebagai perlindungan jika terdapat ancaman binatang buas seperti harimau ketika berada di hutan.
Anjing-anjing ini menjadi sahabat yang setia bagi para pemburu babi hutan.
Bukan hanya itu, anjing juga digunakan sebagai penjaga area perkebunan dari gangguan babi hutan yang merusak tanaman di kebun milik masyarakat.
Pembentukan Organisasi Buru Babi (PORBI)
Pada tahun 1990-an, budaya berburu babi di Sumatera Barat telah mengalami perubahan besar, di mana aktivitas ini telah berubah menjadi sebuah ajang olahraga yang populer.
Banyak masyarakat yang dengan antusias mengikuti perburuan babi di hutan-hutan dekat perkebunan.
Sering hanya dengan mengenakan sepatu dan celana pendek, seperti sedang melakukan latihan lari.
Seiring berkembangnya hubungan antara penduduk setempat dengan para pemburu babi yang semakin dekat.
Akhirnya masyarakat desa pun terpengaruh dan mulai mengadopsi praktik ini, bahkan sampai memiliki anjing khusus untuk berburu bersama mereka.
Setelah mereka bersama-sama berburu babi di hutan dengan bantuan anjing pemburu, para anggota ini berkumpul dan berdiskusi.
Hingga pada tahun 1997, mereka memutuskan untuk membentuk sebuah perkumpulan yang disebut PORBI, singkatan dari Persatuan Olahraga Buru Babi.
PORBI berkembang dengan pesat, bahkan anggotanya mencapai 4.000 orang pada tahun 1997, berasal dari berbagai sudut Sumatera.
Ketika ada acara berburu di satu daerah di Sumatera Barat, mereka datang bersama dengan anjing pemburu, menggunakan berbagai jenis transportasi seperti truk, bus, mobil pickup, dan motor bergerobak.
Solidaritas di antara anggota PORBI sangat kuat, mereka bukan hanya sesama pecinta olahraga berburu, tetapi juga sebagai saudara yang menjadikan hobi ini sebagai pengikat tali persaudaraan.
Berburu babi juga membutuhkan keterampilan, kecermatan, dan pengetahuan tentang perilaku babi hutan.
Sehingga para pemburu harus memiliki keahlian yang tinggi dalam mengikuti jejak dan memahami pola gerak hewan ini.
Dampak Lingkungan Buru Babi
Meskipun buru babi merupakan bagian dari budaya lokal yang berharga, aktivitas ini juga memiliki dampak lingkungan yang perlu diperhatikan.
Perburuan yang berlebihan dapat mengancam populasi babi hutan dan ekosistem di Sumatera Barat.
Untuk mengatasi masalah ini, banyak komunitas setempat dan organisasi konservasi telah bekerja sama untuk mengembangkan praktik berburu yang berkelanjutan.
Ini termasuk mengatur kuota buruan, melarang perburuan babi betina yang sedang bunting, dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya melestarikan lingkungan alam.
Selain itu, aktivitas berburu babi juga menjadi daya tarik wisata. Banyak turis domestik dan internasional tertarik untuk mengalami budaya dan petualangan berburu di Sumatera Barat.
Hal ini membantu meningkatkan pendapatan daerah dan memberikan pekerjaan kepada orang-orang di sektor pariwisata.
Baca Juga Mempercantik Diri Dengan Tradisi Kerik Gigi Suku Mentawai
Penutup
“Buru Babi Sumbar” adalah aspek penting dari budaya Sumatera Barat yang mencerminkan hubungan antara manusia, hewan, lingkungan, dan sejarah.
Meskipun aktivitas ini memiliki dampak lingkungan yang perlu diatasi, hal ini juga memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat.
Dengan upaya pelestarian yang tepat, masyarakat dapat menjaga warisan yang berharga sambil melindungi lingkungan alam yang indah di wilayah ini.
Penting untuk diingat bahwa buru babi di Sumatera Barat adalah bagian dari tradisi budaya tertentu dan harus dilakukan dengan tanggung jawab serta memperhatikan aturan-aturan yang berlaku untuk pelestarian lingkungan dan kelestarian hewan liar.