Kemenyan atau dalam Bahasa Minang “kumayan” adalah salah satu atribut penting dalam berbagai upacara adat dan keagamaan di Minangkabau.
Sekalipun tidak termasuk dalam aturan adat secara tertulis, namun kebiasaan ini terus diturunkan secara turun temurun hingga saat ini.
Dalam berbagai acara adat ataupun kegiatan keagamaan seperti doa bersama, kemenyan selalu hadir ditengah-tengah acara.
Kemenyan yang dibakar pada saat doa bersama dipercaya sebagai salah satu syarat penting yang tidak boleh dilewatkan.
Nah, bagaimana fakta unik seputar kemenyan di adat istiadat orang Minangkabau, simak ulasan menariknya berikut ini.
Tradisi Membakar Kemenyan dalam Acara Adat
Salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat Minangkabau di beberapa daerah adalah membakar kemenyan dalam acara adat.
Terutama ketika mengadakan doa bersama dalam memperingati hari-hari besar agama Islam atau momen menyambut bulan suci Ramadhan.
Bukan hanya sekedar doa bersama namun juga mencerminkan mencerminkan nilai gotong royong dan kebersamaan yang masih terjaga di tengah masyarakat Minang.
Dalam pelaksanaannya, tradisi ini dimulai dengan persiapan makanan yang telah dimasak dan dihidangkan oleh tuan rumah.
Para tetangga dan seorang alim ulama diundang untuk memimpin doa bersama sebelum menikmati hidangan.
Sebelum doa dimulai, tuan rumah akan mengambil kemenyan dan membakarnya di atas bara api yang diletakkan dalam wadah seperti piring atau mangkuk.
Saat kemenyan mulai terbakar dan mengeluarkan aroma khas, doa pun dimulai oleh pemuka agama atau tetua adat.
Pemimpin doa biasanya membacakan berbagai doa seperti meminta perlindungan, keselamatan dan berkah bagi keluarga yang mengadakan acara tersebut.

Makna dan Filosofi Menggunakan Kemenyan
Meskipun bagi sebagian orang membakar kemenyan mungkin dianggap sebagai sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama.
Namun bagi masyarakat Minangkabau yang masih melestarikan tradisi ini, kegiatan tersebut bukanlah bagian dari ritual mistis.
Membakar kemenyan dipercaya sebagai simbol kesucian dan penghormatan terhadap tamu dan leluhur.
Selain itu, aroma kemenyan yang khas juga dianggap dapat menciptakan suasana yang lebih khidmat saat berdoa.
Tidak hanya sekedar berdoa bersama, namun juga melibatkan prosesi yang panjang yang melibatkan kebersamaan.
Baca Juga Tradisi Mandoa, Menyatukan Budaya dan Agama di Minangkabau
Tata Cara Makan Bersama
Setelah doa selesai, barulah acara makan bersama dimulai, sesuai adat yang berlaku, laki-laki akan makan terlebih dahulu.
Sementara perempuan akan menunggu dan bertugas untuk memastikan bahwa kebutuhan makanan dan minuman para laki-laki terpenuhi.
Setelah laki-laki selesai makan, barulah giliran perempuan untuk menikmati hidangan dengan santai.
Saat saat jamuan makan berlangsung, tuan rumah juga akan menghidangkan makanan penutup khas Minang seperti pinyaram, agar-agar, pisang, dan semangka.
Setelah acara makan selesai, perempuan-perempuan akan membersihkan peralatan makan, sementara pemimpi doa akan diberikan imbalan berupa uang dan makanan.
Pentingnya Melestarikan Tradisi
Seiring perkembangan zaman, banyak tradisi yang mulai ditinggalkan karena dianggap tidak relevan dengan kehidupan modern.
Namun, sebagai generasi penerus, penting bagi kita untuk tetap mengenal dan melestarikan warisan budaya yang telah ada sejak dulu.
Tradisi seperti membakar kemenyan dalam doa bersama tidak hanya tentang kepercayaan turun temurun.
Tetapi juga mencerminkan nilai gotong royong, kebersamaan, dan penghormatan terhadap adat serta leluhur.
Walaupun kini sudah banyak keluarga yang lebih memilih doa bersama tanpa membakar kemenyan, nilai kebersamaan dalam acara ini tetap terjaga.
Tradisi membakar kemenyan dalam doa bersama adalah salah satu budaya unik yang masih ditemukan di beberapa daerah Minangkabau.
Editor: Nanda Bismar