Lapek Koci mungkin jarang sekali terdengar di dunia kuliner ranah Minang, biasanya lebih mudah diingat adalah rendang dan sate padang.
Ternyata kue tradisional khas Pariaman ini memiliki cerita yang menarik dengan cita rasa lembut dan manis, dibalut daun pisang, serta berbentuk prisma atau piramida.
Walaupun kini sudah jarang ditemui akibat perkembangan zaman dan maraknya kuliner modern, Lapek Koci tetap menjadi bagian penting.
Terutama karena telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat Pariaman, dalam acara adat besar seperti maanta tando atau pesta pernikahan.
Asal-Usul dan Filosofi Nama Lapek Koci
Menurut Tambo Minangkabau, Lapek Koci bukan sekadar jajanan pasar biasa, melainkan kue yang memiliki makna mendalam dalam kehidupan sosial masyarakat.
Nama “koci” sendiri berasal dari bahasa daerah yang bermakna “kecil” atau “sederhana”, namun sarat dengan filosofi kebersamaan dan rasa syukur.
Di kalangan orang Minang, kue ini menjadi simbol kebahagiaan serta kerukunan, sehingga selalu dihadirkan dalam acara-acara besar adat.
Tidak heran, walaupun jarang dijumpai sehari-hari, keberadaan Lapek Koci masih lekat di hati masyarakat Pariaman.
Bahan-Bahan dan Proses Pembuatan
Lapek Koci sendiri terbuat dari bahan dasar tepung ketan, santan, dan gula merah yang gurih dan manis.
Umumnya, kue berisi unti kelapa (kelapa parut manis yang dicampur dengan gula merah) atau kacang hijau halus.
Adonan kemudian dibungkus dengan daun pisang yang sudah dilayukan terlebih dahulu agar lentur.
Bentuknya yang unik menyerupai prisma atau piramida diperoleh dengan cara melipat daun pisang secara hati-hati, lalu dikukus hingga matang.
Proses pembuatan Lapek Koci memerlukan ketelatenan dan proses waktu yang cukup lama.
Mulai dari mengolah isian, membuat adonan tepung ketan, hingga membungkus satu per satu dengan bentuk khasnya.
Karena itu, meskipun terlihat sederhana, kue ini sesungguhnya menyimpan seni dan filosofi tersendiri dalam pembuatannya.
Lapek Koci dalam Tradisi Masyarakat Pariaman
Di Pariaman, Lapek Koci tidak hanya sekadar kudapan, tetapi juga bagian dari tradisi dan budaya lokal.
Bahkan hampir selalu hadir dalam berbagai upacara adat, seperti acara maanta tando, baralek, acara mandoa, hingga rapek adat.
Bahkan, di hari-hari besar seperti Idul Fitri atau Idul Adha, Lapek Koci kerap menjadi sajian spesial yang dinantikan keluarga besar.
Selain itu, Lapek Koci juga sering dipesan oleh perantau Minang ketika pulang ke kampung halaman.
Mereka menjadikan kue ini sebagai oleh-oleh khas Pariaman yang membawa nostalgia serta rasa kangen terhadap kampung halaman.
Baca Juga Lima Varian Lapek, Camilan Tradisional Khas Sumatera Barat
Perbedaan dengan Kue Sejenis di Daerah Lain
Jika dilihat sekilas, Lapek Koci mirip dengan kue bugis atau kue lemet yang ada di beberapa daerah lain di Indonesia.
Namun, terdapat perbedaa, seperti Lapek Koci menggunakan adonan ketan yang lebih padat dengan isian yang kaya rasa, serta konsisten berbentuk prisma.
Penggunaan santan yang gurih, membuat Lapek Koci punya cita rasa berbeda dan lebih pekat dibanding kue serupa di luar Sumatera Barat.
Menikmati Lapek Koci
Bagi yang penasaran dengan cita rasa Lapek Koci, makanan ini paling nikmat disantap dalam keadaan hangat.
Tekstur ketannya yang lembut berpadu dengan isian manis gurih membuatnya cocok dijadikan teman minum teh atau kopi.
Rasanya yang sederhana namun kaya makna membuat Lapek Koci bukan sekadar camilan.
Lapek Koci adalah bukti bahwa kuliner tradisional bukan hanya soal rasa, tetapi juga sarat akan nilai budaya dan filosofi.
Bentuknya yang unik hingga makna di balik kehadirannya dalam setiap acara adat, Lapek Koci merepresentasikan kekayaan tradisi masyarakat Pariaman.
Meski semakin jarang ditemui, kue ini tetap menjadi bagian penting dari identitas kuliner Minangkabau yang patut dilestarikan.
Nah, jika berkunjung ke Pariaman, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi Lapek Koci, penganan sederhana yang menyimpan rasa dan cerita mendalam.
Editor: Nanda Bismar