Diantara banyak tokoh dan pejuang laki-laki pada masanya seperti Moh. Yamin, Bung Hatta hingga Tuanku Imam Bonjol, ternyata Sumatera Barat juga memiliki pejuang wanita yang Tangguh seperti Siti Manggopoh.
Walaupun sebagai perempuan yang pada masa itu dianggap sebagai kaum yang lemah, namun Siti membuktikan kontribusinya berjuang bersama rakyat dalam melawan kebijakan pemerintah Belanda.
Siti Manggopoh terkenal dengan kecerdasannya meracik strategi perang serta gigih dalam memperjuangkan hak-hak orang Minang masa itu.
Berkat kemampuannya tersebut dia pun dijuluki sebagai “Singa Betina dari Manggopoh”.
Siti Manggopoh amat terkenal dalam perang belasting dan beberapa perang lainnya di tanah Minang, seperti apa profil dan kisahnya, yuk kita menyelami masa lampau,
Perang Belasting
Awal mula perang Belasting disebabkan karena pemerintah kolonial Belanda menerapkan belasting (pajak) yang menurut rakyat pada masanya sangat mencekik dan sulit untuk dibayar.
Belanda menarik banyak pajak dari berbagai sumber seperti pajak tanah, rumah, tembakau hingga barang rumah tangga yang tentu saja sangat memberatkan karena kehidupan dan ekonomi rakyat Minangkabau yang berada dalam masa sulit.
Baca Juga 9 Museum Yang Wajib Kamu Kunjungi di Sumatera Barat
Beberapa orang yang tidak sepakat dengan penerapan pajak oleh Belanda mulai menggelar rapat secara sembunyi-sembunyi untuk membuat perencanaan perlawanan.
Sayangnya rencana tersebut diketahui oleh pihak Belanda hingga pada tanggal 22 Maret 1908 para penghulu andiko (datuak kampuang Sumatra Barat) ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
Perlakuan Belanda tersebut langsung memancing kemarahan rakyat yang semakin memuncak sehingga munculah aksi protes besar-besaran.
Puncaknya terjadi pada tanggal 15-16 Juni 1908 dimana rakyat daerah kamang, Sumatra Barat melakukan perlawanan dengan berbekal senjata seadanya.
Jumlah rakyat yang melakukan perlawanan mencapai ribuan dan dalam pertempuran itu tokoh Kamang yaitu H. Abdul Manan gugur di medan pertempuran.
Setelah pertempuran terjadi di Kamang, selanjutnya perlawanan yang dimotori oleh Siti Manggopoh juga terjadi di daerah Manggopoh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Dalam pertempuran hebat tersebut strategi Siti yang menyerbu benteng Belanda mampu menewaskan sebanyak 53 orang serdadu Belanda.
Profil Siti Manggopoh
Siti Manggopoh lahir 01 Mei 1880 di daerah Manggopoh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Dia dikenal sebagai salah seorang tokoh yang memimpin perlawanan di Manggopoh terhadap peraturan pajak yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Perang ini juga merupakan bagian dari Perang Belasting yang terjadi di Sumatra Barat.
Perempuan yang berjuluk singa betina dari Manggopoh ini marah kepada Belanda karena mengeluarkan peraturan pajak atas tanah yang dimiliki secara turun-temurun oleh masyarakat Minang.
Dan sangat sangat jelas itu bertentangan dengan adat istiadat setempat, sekaligus dianggap menginjak harga diri orang Minangkabau.
Ditambah dengan aturan sistem tanam paksa yang harus dilakukan masyarakat sesuai dengan kemauan Pemerintah Belanda pada Maret 1908.
Dengan berbagai aturan yang memberatkan, membuat Siti bersama masyarakat mengadakan rapat penyusunan strategi hingga pecah perang Manggopoh pada tanggal 15-18 Juni 1908.
Siti Manggopoh atau lebih dikenal dengan sebutan Mandeh Siti menyerang sebuah markas atau benteng Belanda pada saat malam hari dimana terdapat sebuah acara jamuan makan malam di dalam markas.
Dengan kecerdikannya, dia memberi tanda dan mematikan sumber lampu lalu para pejuang yang berada di luar langsung menyerbu masuk markas tersebut.
Penyerangan malam itu mampu menewaskan 53 dari 55 orang serdadu Belanda. Dua orang yang selamat kemudian berhasil kabur ke Lubuk Basung dan meminta bala bantuan kepada tentara Belanda yang berada di Bukittinggi dan Padang Pariaman.
Berkat bala bantuan yang datang lebih banyak dari tentara Belanda, perang esok harinya kembali pecah di Manggopoh dan mampu menewaskan banyak pejuang Manggopoh yang kewalahan menghadapi serangan dari Belanda.
Mendengar hal tersebut Siti Manggopoh marah besar namun hatinya berkecamuk antara ikut berperang dengan merawat anaknya yang belum genap satu tahun.
Ditengah kondisi perang batin tersebut, Mandeh Siti akhirnya mengambil keputusan ikut berperang melawan Belanda dan kembali melakukan penyerangan bersama rakyat.
Setelah melakukan penyerangan, Siti kembali ke rumahnya lalu membawa anaknya yang bernama Dalima kabur masuk dalam hutan selama 17 hari sebelum akhirnya ditangkap oleh Pemerintah Belanda.
Suaminya juga ikut ditangkap dan dibuang ke daerah Manado, sementara Mandeh Siti dijebloskan ke penjara Lubuk Basung selama 14 Bulan, sebelum akhirnya dipindahkan ke Pariaman selama 16 bulan dan Padang 12 bulan.
Kemudian akhirnya dibebaskan dengan alasan kemanusiaan karena memiliki anak kecil, akhirnya Mandeh Siti wafat Ketika berusia 85 tahun pada 20 Agustus 1965 di Gasan, Padang Pariaman dan dimakamkan di taman makam pahlawan Kusumanegara, Lolong, Padang.
Perjuangan Mandeh Siti bukan tanpa bekas, terdapat beberapa saksi dan monument perlawanan yang masih berdiri hingga saat ini seperti Masjid Siti Manggopoh di Nagari Manggopoh, Agam. Sumatera Barat.
Di halaman masjid juga tempat dimakamkan para pejuang yang gugur pada perang manggopoh sebanyak 17 orang.
Pada masanya Mande Siti juga membuat semacam dewan perang yang beranggotakan sebanyak 14 orang, diantaranya adalah Siti, Rasyid (suami siti) Majo Ali, Marah Sulaiman, Sidi Marah, Rahman Sidi Rajo dan lainnya.
Monument lain untuk mengenang jasa Mande Siti adalah dibangunnya tugu Siti Manggopoh yang terletak di Simpang Gudang, Lubuk Basung, Agam, lalu terdapat beberapa nama jalan yang juga diabadikan dengan nama Siti Manggopoh.
Walaupun hingga saat ini Siti Manggopoh belum masuk dalam daftar pahlawan nasional yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia.
Setidaknya jasa Mande Siti dalam mengobarkan semangat melawan penjajajah dapat memberikan insipirasi bagi semua orang, khusunya kaum perempuan yang mampu berbuat lebih banyak.
Ketahui sejarah lokal Sumatera Barat yang beragam dan dapat menambah wawasan bersama West Sumatra 360!