Dalam hal jual beli hewan ternak, masyarakat Minangkabau memiliki cara unik dalam prosesnya hingga terjadi kesepakatan jual beli. Tradisi tersebut disebut dengan Marosok atau Marasok yang berasal dari kata “rosok” berarti pegang atau raba. Pada sebagian besar wilayah Sumatera Barat khususnya pasar ternak tradisional tradisi Marosok menjadi adegan yang lazim terjadi antara penjual dan pembeli.
Kesenian Gandang Tambua Tasa dari Kota Pariaman
Awal Mula Tradisi Marosok
Tidak banyak literasi mengenai asal usul atau mula peristiwa marosok di kalangan masyarakat Minangkabau. Walaupun begitu, beberapa kalangan berpendapat tradisi marosok lahir karena adanya rasa sopan santun dan rasa malu yang tinggi dianut oleh masyarakat Minangkabau. Hal ini disebabkan karena hewan ternak merupakan harta pusaka dalam suatu kaum atau keluarga besar, sehingga untuk menjualnya harus menjaga kerahasiaan harga yang disepakati.
Dengan cara marosok dalam proses jual beli, maka kedua belah pihak dianggap menjunjung tinggi nilai saling menghargai dan saling merahasiakan harga yang tentunya tidak akan menyinggung perasaan penjual hewan ternak lainnya. Salah satu daerah yang masih melakukan tradisi marosok hingga sekarang yaitu di pasar ternak Sungai Sariak, Kabupaten Padang Pariaman. Selain itu tradisi marosok juga telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di Kabupaten Sijunjung.
Teknis Marosok dalam jual beli hewan ternak
Marosok sendiri sebenarnya transaksi yang sederhana, dimana antara pembeli dan penjual saling berpegangan tangan layaknya bersalaman, kemudian ditutup oleh selembar kain atau sarung yang mereka gunakan. Penjual dan pembeli tidak akan berkata satu apapun secara verbal, hanya saja tangan mereka berusaha mencapai kesepakatan harga. Selain menjaga kerahasiaan, tradisi Marosok juga dianggap saling menghargai antara penjual dan pembeli sehingga orang lain tidak mengetahui harga yang telah disepakati.
Secara lebih detail, setiap jari melambangkan angka puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan rupiah. Misalkan pedagang ingin menjual ternaknya seharga Rp 5.500.000,- maka dia akan memegang telunjuk jari pembeli yang melambangkan angka Rp. 10 juta rupiah. Setelah itu lima jari yang lain digenggam dan digoyangkan ke kiri yang berarti Rp 10 juta dikurang lima juta sedangkan untuk menunjukkan angka Rp. 500.000,- lima jari yang digoyang tadi digenggam lagi dan dihentakkan. Bila disepakati transaksi transaksi berakhir dengan harga Rp. 5,5 juta. Menarik sekali bukan!
Tempat dan Waktu
Kebanyakan pasar ternak di Sumatera Barat digelar pada hari senin sampai dengan minggu, kecuali pada hari jumat yang biasanya adalah hari libur. Jika kamu ingin menyaksikan tradisi marosok di Sumatera Barat, berikut adalah beberapa referensi pasar ternak yang bisa kamu kunjungi :
- Muaro Paneh, Kabupaten Solok (Senin).
- Koto Baru, Padang Panjang (Selasa).
- Bukittinggi dan Padang Pariaman (Rabu).
- Nagari Cubadak, Kabupaten Tanah Datar (Kamis).
- Nagari Palangki, Sijunjung (Sabtu).
Merawat Tradisi
Tradisi Marosok yang masih eksis hingga saat ini menunjukkan bahwa adanya dampak positif dari cara jual beli yang sudah berlangsung dari zaman nenek moyang orang Minangkabau. Secara tidak langsung budaya marosok juga berdampak pada kondisi pasar yang sehat, tidak terdapat monopoli dan kecurigaan antar sesama pedagang sehingga pasar ternak tetap dalam situasi yang kondusif. Sebagai generasi penerus merawat tradisi marosok adalah jalan terbaik untuk terus merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari terutama pada aktivitas pasar ternak tradisional.