Masyarakat Sumatera Barat telah mengenal dan memiliki kendaraan tradisionalnya sejak zaman dahulu untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya.
Pada masanya, alat transportasi tradisional memiliki fungsi yang beragam mulai dari kendaraan pribadi, kerajaan, atau sebagai alat pengangkut barang.
Seiring kemajuan zaman, penggunaan transportasi tradisional ini sudah banyak ditinggalkan dan jarang dijumpai.
Untuk mengenang dan mengetahu sejarah dari transportasi tradisional asal Sumatera Barat, berikut adalah ulasan menariknya,
Baca Juga KA Minangkabau Ekspres: Solusi Anti Macet Menuju Bandara Minangkabau
1. Bendi
Bendi merupakan transportasi bertenaga kuda yang pernah menjadi primadona di beberapa daerah Sumatra Barat.
Pada masa kolonial Belanda, bendi sering digunakan oleh saudagar kaya, para penghulu, ataupun petinggi pangrehpraja, seperti kontrolir, demang, asisten demang.
Bendi terdiri dari dua roda dari kayu yang dilapisi karet dan memiliki tatakan kaki untuk penumpang naik.
Penumpang naik ke dalam bendi dengan menginjak tatakan kaki dari besi tersebut.
Bendi memiliki tempat duduk untuk kusir dan penumpang yang memiliki atap, serta kuda yang mengenakan pakaian penuh hiasan.
Biasanya bendi dapat memuat hingga empat orang penumpang.
Di Sumatera Barat, keberadaan bendi tak sebatas hanya untuk alat transportasi namun juga bagian dari adat dan budaya masyarakat.
Bendi sering kali ikut serta dalam berbagai kegiatan seremonial adat Minangkabau, seperti upacara perkawinan (untuk mengarak-arak marapulai dan anak daro), upacara adat (batagak pagulu), sunat rasul dan acara lainnya.
2. Padati
Duhulu, Padati memiliki peran yang tak tergantikan dalam mengangkut barang, penumpang dan hasil bumi baik dari dalam nagari (desa) maupun antar kota di ranah Minang. ‘
Padati masa itu menjadi salah satu tulang punggung ekonomi masyarakat karena memiliki biaya yang lebih murah.
Padati biasanya ditarik oleh kerbau dan dikemudikan oleh seorang kusir yang memiliki keterampilan khusus untuk menjaga keamanan selama di perjalanan.
Kusir Padati identik dengan pakaian serba hitam, celana atau sarewa galembong, serta kepala yang diikat dengan destar atau deta.
Jemari dihiasi batu akik lengkap dengan pisau sirauik atau karambiak sebagai pelengkap keamanan diri selama perjalanan.
Padati terbuat dari kayu dengan bentuk yang elegan dan dihiasi dengan ukiran yang rumit.
Biasanya padati dihiasi dengan aksesoris yang indah, terutama di bagian tempat kusir duduk mengemudikan.
Pada kaki kerbau penarik padati dipakaikan sepatu dari karet bekas dengan pengikat yang dililitkan ke sekeliling kaki.
Serta pada leher kerbau dikalungkan ganto yang terbuat dari kuningan, sehingga dari kejauhan bunyi ganto akan terdengar berdentang-dentang seiring dengan langkah kerbau.
Selain sebagai sarana transportasi dan alat ekonomi, Padati juga merupakan bagian tak terpisahkan dari acara adat dan kebudayaan Minangkabau.
Kendaraan ini sering digunakan dalam upacara pernikahan dan upacara adat lainnya.
Walaupun kendaraan modern telah menggantikan peran padati dalam transportasi sehari-hari, kehadirannya masih sangat penting dalam mempertahankan budaya dan tradisi Minangkabau.
Bagian-bagian Padati tetap mempertahankan arsitektur khas Minangkabau. Misalnya, atap Padati yang berbentuk bagonjong dan terbuat dari ijuk.
3. Biduak
Biduak merupakan salah satu transportasi tradisional dari suku mas Minangkabau.
Umumnya transportasi ini digunakan untuk menyeberangi perairan yang tenang seperti sungai ataupun danau. Kemudian juga digunakan oleh nelayan untuk mencari ikan.
Biduak terbuat dari kayu gelondongan yang dibentuk menjadi perahu, pada prosesnya nanti dibagian tengah nanti akan dikeruk.
Jenis transportasi tradisional ini bisa ditemui di berbagai daerah seperti Danau Singkarak, Danau Maninjau dan lainnya.
Penggunaan transportasi tradisional ini terbilang sulit dan memerlukan keahlian khusus, apalagi menggunakannya sembari manjariang (manjala) ikan di danau.
Kemudian juga digunakan untuk membawa hasil perkebunan jika letak kebunnya harus menyeberangi perairan atau Sungai.
Selain harus memperhatikan kondisi perairan juga aspek keseimbangan sangat diperlukan juga selama menggunakannya.
Jadi tidak semua orang bisa menggunakan transportasi yang satu ini, karena butuh keseimbangan agar biduak tidak terbalik.
Biduak tradisional masih menjadi salah satu transportasi dan sering digunakan nelayan terutama di perairan danau seperti Singkarak dan Maninjau.
Kemudian Bendi masih sering dijumpai di kota padat penduduk seperti Bukittinggi sebagai sarana perjalanan wisata.
Sedangkan Padati kini jarang digunakan sebagai sarana transportasi karena digerus oleh transportasi modern.
Walaupun begitu tetap penting untuk mengenang dan melestarikan kendaraan tradisional ini sebagai bagian dari identitas dan sejarah budaya Minangkabau.
Dalam upaya menjaga keberlanjutan warisan budaya, bendi dan padati bahkan tetap digunakan dalam acara-acara budaya dan pariwisata.
Memberikan pengingat akan nilai-nilai dan keindahan masa lampau yang tak ternilai harganya.
Bagaimana? Menarik bukan? Mana nih transportasi tradisional yang sudah pernah kamu naiki dan menjadi favorit?
Yuk tulis komentarmu pada kolom dibawah, dan tunggu informasi menarik lainnya hanya di West Sumatra360!
Editor: Nanda Bismar