Akhir tahun 2023 menjadi penghujung tahun yang berduka bagi masyarakat Sumatera Barat, khususnya masyarakat yang berada di sekitar Gunung Marapi.
Peristiwa letusan tiba-tiba yang terjadi, mengakibatkan beberapa korban jiwa dan kerugian materi lainnya menimpa masyarakat sekitar Marapi.
Hujan abu vulkanik juga mengakibatkan aktivitas warga menjadi terhambat di beberapa wilayah seperti Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi, Padang Panjang dan sekitarnya.
Gunung Marapi sebagai salah satu gunung api aktif di Sumatera Barat tercatat pernah Meletus pada tahun 1991.
Dengan letusan yang cukup eksplosif dan kembali Meletus pada penghujung 2023 kemarin.
Dengan ketinggian mencapai 2.891 mdpl, Marapi seperti menjadi tiang penyangga sekaligus landskap yang indah di Sumatera Barat.
Namun dibalik semua keindahan dan wisata adventure yang menyenangkan, marapi tetap menjadi gunung api aktif yang harus di waspadai.
Untuk mengenal lebih lanjut dan mengetahui secara menyeluruh, berikut adalah informasi mengenai fakta unik dan menarik seputar gunung Marapi versi West Sumatra 360,
1. Salah Satu Gunung Aktif di Sumatra
Banyak gunung berapi yang dapat ditemui di Pulau Sumatra. Namun, Gunung Marapi dianggap sebagai gunung yang paling aktif di pulau tersebut.
Hal ini disebabkan oleh frekuensi meletusnya yang tinggi dan volume material yang dikeluarkan dalam periode waktu yang relatif singkat.
Sejak abad ke-18, Gunung Marapi telah meletus lebih dari 50 kali. Letusan tersebut bervariasi mulai dari skala kecil hingga sedang.
Rentang waktu antara letusan dan erupsi Gunung Marapi dapat terjadi dengan cepat atau berlangsung dalam waktu yang lama.
Diketahui bahwa letusan bisa terjadi dalam beberapa hari, beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, bergantung pada intensitas letusan dan erupsi yang terjadi.
2. Marapi Awal Mula Perkembangan Peradaban Minangkabau
Cerita mengenai “sajak gunuang marapi sagadang talua itiak” menceritakan bahwa nenek moyang orang Minangkabau dipercaya bermula dari puncak Gunung Marapi.
Setelah banjir atau air laut surut, mereka mengikuti punggung gunung dan akhirnya tiba di Nagari Pariangan, sesuai dengan cerita turun temurun yang tertulis dalam tambo.
Nagari Pariangan di Kabupaten Tanah Datar dianggap sebagai tempat asal orang Minangkabau, dan dari sinilah berkembanglah sistem pemerintahan berbasis Nagari di Sumatera Barat.
Menurut ceritanya, orang Minangkabau berasal dari keturunan Raja Iskandar Zulkarnain.
Raja ini memiliki tiga putra, yaitu Maharaja Alif yang menjadi Raja di Benua Ruhun (Romawi), Maharaja Dipang yang menjadi Raja di Benua China, dan Maharaja Diraja yang menjadi Raja di Pulau Emas (Persia).
Saat berlayar, mereka melihat cahaya berkilauan seperti emas, yang membawa mereka ke sebuah pulau yang kemudian menjadi Gunung Marapi.
Sultan Maharaja Diraja kemudian menetap di kaki Gunung Marapi setelah air surut, dan daratan terlihat jelas. Di sinilah terbentuk sebuah kerajaan dan sistem pemerintahan.
3. Populer di Kalangan Para Pendaki
Walaupun Gunung Marapi masih aktif hingga saat ini, kenyataannya gunung berapi ini telah menjadi daya tarik yang cukup populer di kalangan pendaki.
Keunikan dan keindahan alam di sekitarnya seolah menjadi daya tarik utama yang terus menarik perhatian orang untuk mengunjunginya.
Tidak hanya Gunung Marapi sendiri, tetapi juga tempat-tempat di sekitarnya memiliki daya tarik yang sama, menjadikan lokasi ini semakin menarik bagi para penjelajah.
Menurut Safe and Healthy Travel, untuk mencapai puncak Gunung Marapi, pendaki umumnya memerlukan waktu 1-2 hari, tergantung pada rute dan kekuatan fisik masing-masing pendaki.
Sebelum mencapai area dekat puncak, mereka akan melewati hutan hujan yang masih asri dan indah.
Puncaknya menawarkan pemandangan kawah dan Kaldera Bancah yang menjadi spot yang wajib dikunjungi.
Selain itu, terdapat beberapa objek wisata lain di sekitar Gunung Marapi, seperti Gunung Singgalang, Bukik Bulek, Tabek Gadang, dan berbagai desa wisata di Bukittinggi, Padang Panjang, dan Batusangkar.
Medan yang ramah dan tidak terlalu sulit juga sangat mendukung untuk para pendaki pemula.
Baca Juga 7 Highest Mountains in West Sumatra: A Climber’s Guide
4. Cerita Dibalik Tugu Abel Tasman
Pada bulan Juli 1992, Herwin dan kelompoknya, yang terdiri dari 10 anak pecinta alam, mengadakan pendakian ke Gunung Marapi di Agam, Sumatera Barat.
Pertemuan mereka terjadi di Olo Padang sebelum keberangkatan bus, dan setelah tiba di Koto Baru pukul sebelas malam, mereka makan di sebuah rumah makan sebelum melanjutkan pendakian.
Rombongan Herwin kemudian bertemu dengan rombongan Rizal yang terdiri dari 5 orang, termasuk Abel Tasman dan Sulastri.
Kedua kelompok ini memutuskan untuk bergabung, sehingga jumlah mereka menjadi 15 orang.
Selama mendaki cadas, cuaca sangat cerah, namun saat mencapai puncak, rombongan terpecah.
Sebagian turun ke Sinar Buah, sementara yang lain, termasuk Abel dan Sulastri, mendekati Puncak Merpati.
Sekitar jam sembilan pagi, terdengar suara gemuruh dari dalam kawah, diikuti letusan gunung Marapi dengan asap hitam dan batu panas keluar dari kawah.
Terkejut dan bingung, mereka berlari ke arah puncak Merpati untuk melindungi diri dari batu-batu panas.
Setelah aman, mereka turun dan mendengar teriakan Sulastri meminta tolong.
Dajon segera menolong Sulastri, yang mengungkapkan bahwa Abel Tasman meninggal dunia setelah terkena batu panas di kepala.
Sebagian anggota rombongan kembali ke puncak untuk memeriksa, namun evakuasi Abel Tasman dilakukan oleh Tim SAR Gabungan pada 7 Juli 1992.
Pemasangan tugu Abel Tasman dilakukan dua tahun kemudian, yaitu pada 5 Juli 1994 oleh ratusan pendaki di lokasi yang tidak tepat tempat Abel meninggal.
5. Beberapa Catatan Letusan Besar Gunung Marapi
- Pada 8 September 1830, tercatat bahwa Gunung Marapi mengeluarkan awan abu berbentuk kembang kol berwarna abu-abu kehitaman dengan tebal mencapai 1.500 meter di atas kawahnya, disertai dengan suara gemuruh yang menggema.
- Pada 30 April 1979, laporan pers menyebutkan bahwa 60 orang tewas akibat letusan Gunung Marapi. Dalam peristiwa tersebut, 19 orang pekerja penyelamat juga terjebak oleh tanah longsor. Letusan tersebut disebutkan melepaskan batu dan lumpur, mengakibatkan kerusakan di setidaknya lima daerah pemukiman penduduk setempat.
- Dari akhir tahun 2011 hingga awal tahun 2014, Gunung Marapi menunjukkan peningkatan aktivitas dengan letusan yang memuntahkan abu dan awan hitam.Pada akhir tahun 2011, abu yang disemprotkan oleh gunung tersebut terbawa angin hingga mencapai Kabupaten Padang Pariaman.
- Pada 26 Februari 2014, Gunung Marapi meletus pada pukul 16.15 WIB, melepaskan material pasir, tefra, dan abu vulkanik ke wilayah Kabupaten Tanah Datar dan Agam. Status gunung dinyatakan Siaga (level 2), dan radius 3 km dari pusat kawah harus dikosongkan. Meskipun demikian, tidak ada evakuasi yang dilakukan saat letusan tersebut.
- Kemudian, pada Desember 2023, Gunung Marapi kembali mengalami erupsi pada pukul 6.11 WIB.
Saat erupsi tersebut terjadi, diketahui bahwa sejumlah pendaki masih berada dalam kondisi berkemah di sekitar gunung, meskipun sebelumnya mereka telah diimbau untuk tidak mencapai puncak. Jumlah korban jiwa 24 pendaki.
Demikianlah lima fakta penting tentang Gunung Marapi yang ada di Sumatera Barat.
Saat ini status gunung berapi tersebut terus dipantau untuk keselamatan bersama.
Sebaiknya jika ingin mendaki atau pun berwisata di sekiat gunung marapi agar senantiasa memperhatikan berita terbaru seputar gunung tersebut.
Lengkapi informasi tentang Sumatera Barat dengan terus mengikuti kami, West Sumatra 360!
Editor: Nanda Bismar