Menhir merupakan salah satu situs bebatuan kuno dengan segudang misteri yang terletak di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Lokasi tepatnya adalah di Nagari Maek dengan pesona sejarah yang begitu kuat hingga dijuluki sebagai Nagari Seribu Menhir.
Bukan tanpa alasan, di nagari Maek terdapat ratusan menhir atau jejeran batu tegak peninggalan zaman megalitikum.
Sekaligus menjadi bukti bahwa daerah ini diduga telah dihuni manusia sejak masa prasejarah.
Menariknya, keberadaan menhir tidak hanya menjadikan Maek sebagai tempat wisata sejarah, tapi juga menjadi pusat perhatian para arkeolog dan peneliti budaya.
Nagari Maek bahkan disebut-sebut sebagai salah satu titik awal peradaban orang Minangkabau.
Berikut adalah 5 fakta unik dan menarik tentang Nagari Seribu Menhir yang wajib kamu ketahui sebelum berkunjung ke sana.
1. Menhir Maek Sudah Ada Sejak Zaman Prasejarah
Berdasarkan penelitian, batu-batu menhir telah ada sejak zaman megalitikum, yakni masa prasejarah saat manusia mulai mengenal budaya hidup menetap.
Situs yang paling terkenal adalah Situs Bawah Parit, dimana deretan menhir tampak berjajar rapi, seolah menghadap satu arah yang sama yaitu arah Gunung Sago.
Beberapa menhir masih berdiri kokoh, sementara lainnya telah tumbang ke tanah akibat usia dan erosi alam.
Namun, formasi dan susunannya tetap menggambarkan bahwa penempatan batu-batu ini tidak dilakukan secara acak.
Hal tersebut menjadi petunjuk kuat bahwa masyarakat prasejarah di Maek telah memiliki sistem kepercayaan dan struktur sosial yang cukup maju.

2. Barisan Menhir Menghadap Gunung Sago
Salah satu hal paling menarik dari Situs Bawah Parit adalah arah hadap menhir yang mengarah langsung ke Gunung Sago.
Pemandangan ini seperti menyaksikan barisan manusia yang berdiri tegak, memandang ke satu titik tujuan yang diyakini suci.
Dalam konteks kepercayaan prasejarah, hal ini sejalan dengan keyakinan animisme, yaitu pemujaan terhadap roh atau kekuatan alam lainnya.
Gunung, dalam hal ini Gunung Sago, mungkin saja dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh leluhur atau simbol kekuatan spiritual.
Baca Juga Talempong Batu Yang Melegenda di Talang Anau
3. Festival Menhir Maek
Keunikan dan nilai sejarah menhir di Maek tidak hanya menjadi bahan penelitian, tetapi juga dirayakan dalam bentuk festival.
Pada tahun 2024, Dinas Kebudayaan Sumatera Barat menggelar Festival Menhir Maek di lapangan Jorong Koto Gadang, Nagari Maek.
Festival tersebut bertujuan untuk memperkenalkan kembali situs megalitikum Maek kepada generasi muda serta mendorong pelestarian warisan budaya setempat.
Melibatkan berbagai kegiatan seperti pertunjukan seni tradisional, seminar arkeologi, pameran budaya, hingga jelajah situs menhir.
Festival Maek sekaligus menjadi ajang wisata edukatif yang menggabungkan nilai sejarah, budaya, dan pariwisata dalam satu paket yang menarik.

4. Penelitian Menhir Dilanjutkan Setelah 40 Tahun
Meski dikenal secara luas, selama puluhan tahun penelitian tentang menhir di Maek sempat terhenti.
Banyak yang hanya sekedar tahu soal menhir, tapi tidak banyak penjelasan ilmiah yang menyertainya.
Namun, setelah 40 tahun vakum, riset dan kajian arkeologis tentang situs ini akhirnya kembali digerakkan.
Tujuannya tidak hanya untuk menggali nilai sejarah, tetapi juga untuk mendukung Maek agar bisa ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.
Jika hal tersebut tercapai, Nagari Maek akan menjadi destinasi wisata khusus dengan pengakuan global, setara dengan situs-situs prasejarah dunia lainnya.
Baca Juga Situs Bersejarah Batu Batikam
5. Bukik Posuak dan Legenda Paha Rusa
Selain menhir, terdapat satu lagi daya tarik unik di Maek, yaitu Bukik Posuak yang juga tidak kalah menariknya.
Bukit ini dikenal karena memiliki lubang besar di bagian tengahnya yang memberikan bentuk khas dan jadi pembeda dari perbukitan lainnya.
Kemudian dari Bukit Posuak lahirlah legenda rakyat yang masih diceritakan secara turun-temurun.
Konon, dahulu terdapat seorang pengembara sakti bernama Baginda Ali yang berkelana bersama dua adiknya.
Mereka menemukan seekor rusa raksasa yang kemudian disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan.
Perselisihan terjadi saat membagi bagian kaki rusa yang berlebih, lalu untuk mencegah pertengkaran, Baginda Ali melempar kaki rusa itu.
Kemudian dengan kekuatannya hingga menghantam sebuah bukit dan membentuk lubang besar.
Bukit itu kemudian dikenal sebagai Bukik Posuak, sementara potongan kaki rusa konon berubah menjadi Bukik Pao Ruso atau Bukit Paha Rusa.
Legenda ini bukan hanya menarik secara cerita, tapi juga memperkaya nilai budaya lokal yang menyatu dengan alam sekitar.
Jadi Nagari Maek bukan sekadar tanah dengan batu-batu tua, melainkan suatu panggung peradaban kuno, penjaga warisan leluhur masyarakat Minangkabau.
Nah, kalau kamu ingin menyelami sejarah Minangkabau dari jejak yang paling awal, Nagari Seribu Menhir Maek adalah tempat yang bisa kamu pertimbangkan.
Editor: Nanda Bismar