Merantau ternyata bukan hanya sekedar tradisi di Minangkabau, lebih dari itu banyak fakta unik dan menarik yang menarik untuk diketahui.
Walaupun tidak diketahui secara pasti kapan tradisi ini bermula, namun marantau masih eksis hingga saat ini.
Menariknya merantau yang dahulunya adalah identik dengan laki-laki, belakangan ini ternyata juga banyak perempuan yang melakukannya.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang tradisi yang satu ini, dan mengungkap makna yang terkandung.
West Sumatra 360 telah menyiapkan informasi singkatnya untuk kamu, sebagai berikut,
1. Merantau Berhubungan Dengan Sistem Matrilineal
Secara umum marantau diartikan sebagai kegiatan meninggalkan kampung halaman guna untuk memperoleh kehidupan ekonomi yang layak, menimba ilmu atau pendidikan dan lainnya.
Hal itu tentu memang benar, tapi di Minangkabau Marantau bukan hanya sekedar perpindahan tempat saja.
Hal ini berkaitan dengan sistem kekerabatan yang ada di Minang yaitu Matrilinear dengan garis keturunan ibu yang kuat.
Sistem kekerabatan Matrilinear yang menjadi ciri khas di Minangkabau menjadi salah satu faktor pendorong.
Karena pada dasarnya di Minangkabau lelaki tidak begitu banyak mendapatkan harta waris atau harta pusaka, sehingga untuk mencari penghidupan yang layak kaum lelaki minang harus merantau demi mencapai kesuksesan.
2. Filosofi Merantau Bagi Lelaki Minang
Dari usia dini, pemuda Minangkabau sudah dikenalkan dengan konsep hidup mandiri, seperti yang tercermin dalam tradisi ka surau.
Di rumah gadang, tidak disediakan kamar khusus untuk laki-laki, sehingga membentuk pemuda-pemuda tersebut menjadi individu yang terbiasa dan memiliki ketangguhan untuk mencari kehidupan di luar wilayah asal mereka.
Dengan kata lain, pemuda Minangkabau telah dipersiapkan secara mental dan fisik untuk menghadapi tantangan hidup di daerah rantau.
Terdapat pepatah yang berbunyi “Karatau Madang di hulu, Babuah Babungo Balun. Ka Rantau Bujang dahulu dirumah paguno balun”.
Filosofi dari pepatah itu berarti jika di kampung halaman belum mampu memberikan kontribusi signifikan bagi masyarakat secara umum.
Sebaiknya mempertimbangkan untuk merantau terlebih dahulu.
Baca Juga Berbagai Keunikan Tradisi Pesta Panen di Sumatera Barat
3. Hubungan Merantau dengan Pembagian Wilayah di Minangkabau
Proses perpindahan orang dari wilayah inti ke wilayah luar, disebut marantau atau pergi ke rantau.
Di Minangkabau terdapat 3 pembagian wilayah yaitu daerah darek (luhak), daerah rantau dan daerah pasisia.
Nah ketiga pembagian wilayah tersebut juga yang menjadi awal mula cikal bakal marantau di Minangkabau.
Istilah marantau merujuk kepada kata “Rantau” yang mana merupakan perpindahan dari daerah inti (tigo luhak) ke daerah Rantau.
Proses itulah yang disebut dengan pai ka Rantau atau marantau. Berikut merupakan 3 pembagian wilayahnya:
Daerah Darek
Dianggap sebagai sumber dan pusat kebudayaan tradisional Minangkabau, serta terletak di dataran tinggi.
Darek dibagi menjadi tiga wilayah utama, yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Limo Puluh Koto.
- Luhak Tanah Datar mencakup wilayah kabupaten Tanah Datar saat ini, sebagian dari Sawahlunto, Sijunjuang, dan Solok.
- Luhak Agam, yang juga dikenal sebagai ampek angkek, Lawang nan tigo balai, dan nagari sakaliliang Danau Maninjau, membentang di sekitar gunung sago bagian utara dan barat, sepanjang batang sinamar, serta seiliran batang Lampasi dan Batang Agam, bahkan hingga ke daerah sipisau pisau Anyuik (Pekanbaru saat ini).
- Sementara itu, Luhak Limo Puluh Koto mencakup wilayah sepanjang batang sinamar, daerah sekitar gunung sago bagian utara dan barat, seiliran batang Lampasi dan Batang Agam, bahkan hingga ke sipisau pisau Anyuik (Pekanbaru saat ini).
Daerah Rantau
Dahulu merupakan tempat merantau bagi penduduk Luhak Nan Tigo.
Mereka berpindah ke daerah lain dan mendirikan negeri baru dengan tetap mempertahankan adat istiadat dari daerah asal mereka.
Umumnya, daerah ini terletak sepanjang aliran sungai yang bermuara ke timur, menuju selat Malaka, termasuk Rantau Nan Sembilan di Malaysia.
Daerah Minangkabau ini juga dikenal dengan sebutan Rantau Nan Tujuah Jurai, yang mencakup kampar, kuantan, XII Koto, cati nan tigo, Negeri Sembilan, Tiku Pariaman, dan Pasaman.
Daerah Pasisie
Yaitu daerah tepi Pantai seperti Pasaman Barat, Pariaman dan Pasisia.
4. Rendang Sebagai Bekal Merantau
Ternyata rendang memiliki kaitan erat dengan tradisi Marantau yang ada di Minangkabau sebagai penganan utama.
Jadi tidak heran bahwa rendang menjadi makanan utama yang dibawa oleh para perantau yang ingin bepergian dari kampung halamannya.
Selain enak dan lezat, rendang juga bisa tahan dalam waktu yang lama, sehingga cocok untuk dijadikan bekal dalam jangka waktu yang lama.
Hal tersebut ternyata sangat berpengaruh dalam persebaran kuliner khas minang ini karena melalui para perantau, rendang semakin diketahui hingga ke berbagai daerah.
5. Pantang Pulang Sebelum Sukses
Kebanyakan orang pasti merantau dengan tujuan demi meningkatkan perekonomian dan kebutuhan yang layak.
Sehingga bisa menjalani kehidupan yang lebih baik.
Sehingga terdapat mindset yang tertanam di Masyarakat Minang pada umumnya, jika merantau haruslah sukses dan baru akan balik ke kampung halaman.
Sehingga munculah kata-kata bagi para perantau “pantang pulang sabalum manjadi”.
Hal itu sudah menjadi kebiasaan di masyarakat minang ketika merantau, sehingga orang yang merantau biasanya akan bekerja dengan giat demi mencapai kesuksesan.
Demikianlah lima tradisi unik yang berkaitan dengan tradisi merantau di Minangkabau yang masih lestari hingga saat ini.
Semoga informasi diatas dapat bermanfaat dan menambah wawasan mengenai tradisi dan budaya yang ada di Minangkabau. Ikuti terus kami untuk informasi menarik lainnya ya!
Editor: Nanda Bismar