Gelar Penghargaan bagi lelaki di Minangkabau biasanya menunjukkan status sosial maupun kedudukan dalam adat, termasuk di Pariaman.
Salah satu bentuk penghargaan yang diberikan kepada laki-laki di dalam sistem sosial Minangkabau adalah pemberian gelar ketika telah menikah.
Gelar-gelar tidak sekadar bentuk penghormatan semata, namun mencerminkan asal usul, peran sosial, serta kedudukan kultural seseorang di tengah masyarakat.
Di Pariaman, terdapat tiga gelar utama yang lazim dipakai oleh laki-laki yang telah menikah, yakni Sutan, Bagindo, dan Sidi, dan berikut ulasan selengkapnya.
Mengapa Gelar Penting bagi Laki-Laki Pariaman?
Dalam tradisi Minangkabau, terutama di Pariaman, laki-laki yang telah menikah akan memperoleh gelar sebagai tanda penghormatan dari keluarga istrinya.
Hal ini berkaitan erat dengan posisi “sumando” dalam struktur sosial Minangkabau yang menganut sistem matrilineal.
Seorang sumando dianggap sebagai tamu kehormatan dalam keluarga istri, sehingga memanggilnya dengan nama asli tanpa gelar dianggap tidak sopan.
Bahkan bisa dipandang sebagai bentuk pelecehan terhadap martabat seorang laki-laki.
Maka, bagi mertua dan keluarga istri, menyebut menantu laki-laki dengan menyematkan gelar di awal namanya adalah wujud dari penghormatan.
1. Gelar Sutan
Gelar Sutan merupakan gelar yang paling sering ditemui di wilayah Pariaman, terutama ketika seorang lelaki telah menikah.
Menurut beberapa sumber, gelar ini dipakaikan kepada laki-laki yang bernasab pada garis keturunan bangsawan atau petinggi Istano Pagaruyuang.
Khususnya yang ditugaskan sebagai wakil kerajaan di wilayah pesisir atau rantau Piaman Laweh.
Konsep yang dikenal dalam adat Minangkabau adalah “Luhak ba Panghulu, Rantau ba Rajo”.
Artinya adalah wilayah daratan utama dipimpin oleh penghulu (pemimpin adat), sementara wilayah rantau dipimpin oleh seorang raja atau perwakilan kerajaan.
Beberapa contoh pewaris gelar Sutan antara lain:
- Rajo Nan Tongga di Kampuang Gadang Pariaman
- Rajo Rangkayo Basa di Pakandangan
- Rajo Sutan Sailan VII Koto Sungai Sariak
- Rajo Rangkayo Ganto Suaro Kampuang Dalam
- Rajo Tiku di wilayah Tiku
Gelar Sutan ini menjadi simbol kedudukan sosial tinggi dan peran penting dalam menjaga hubungan antara kerajaan dan masyarakat di rantau.
Baca Juga Mengenal Jenis-Jenis Urang Sumando di Minangkabau
2. Gelar Bagindo
Gelar Bagindo digunakan oleh laki-laki yang bernasab kepada para petinggi Kesultanan Aceh.
Dimana dahulunya Kesultanan Aceh pernah menguasai wilayah pesisir barat Sumatera, termasuk Pariaman dan Tiku.
Pada masa kejayaan Sultan Iskandar Muda, wilayah ini menjadi bagian dari pengaruh politik dan militer kerajaan Aceh.
Pada masa itu para tokoh dari Aceh tersebar ke berbagai daerah untuk menjalankan pemerintahan dan dakwah Islam.
Ketika Kesultanan Aceh melemah banyak keturunan petingginya yang berasimilasi dengan masyarakat lokal, kemudian diwarisi dengan gelar Bagindo.
Gelar ini menjadi bukti historis yang hidup tentang hubungan erat antara budaya Minang dan pengaruh Aceh, khususnya dalam bidang kepemimpinan dan agama.
Penggunaan gelar ini bisa ditemukan dalam nama seperti Bagindo Zaharmi Ipon atau Bagindo Elvis Betrizon, yang menjadi identitas kebanggaan komunitasnya.

3. Gelar Sidi
Gelar Sidi diberikan kepada laki-laki yang bernasab kepada kaum ulama, atau keturunan dari para syarif/sayyid.
Para ulama atau Syarif, yaitu mereka yang dikenal sebagai penyebar agama Islam di wilayah Pariaman.
Keberadaan mereka sangat dihormati karena dianggap membawa cahaya keilmuan dan nilai-nilai Islam yang memperkuat struktur sosial Minangkabau sejak awal.
Mereka tidak hanya berdakwah, tetapi juga membentuk pondok pesantren, menjadi qadi (hakim agama), dan tokoh masyarakat.
Sehingga keturunannya diberi gelar khusus sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa tersebut.
Nama dengan gelar Sidi biasanya terdengar seperti Sidi Sudirman, dan sebagainya.
Gelar ini mengisyaratkan bahwa pemiliknya merupakan bagian dari keturunan alim ulama yang punya pengaruh religius dalam masyarakat.
Ketiga gelar tersebut diatas seperti Sutan, Bagindo, dan Sidi bukan sekadar tambahan nama pada seseorang ketika telah menikah.
Tetapi merupakan identitas sosial, simbol asal usul, dan bentuk penghormatan tinggi terhadap peran laki-laki dalam masyarakat Minangkabau, khususnya di Pariaman.
Penggunaan gelar ini juga menandakan kedewasaan, status sebagai suami, serta pengakuan sosial dalam struktur adat yang dijunjung tinggi.
Gelar juga membentuk cara berinteraksi antar keluarga, terutama antara mertua dengan menantu, yang dalam budaya Minang sarat dengan nilai etika kesopanan.
Maka, memahami dan menghormati gelar-gelar diatas bukan hanya tentang budaya, tetapi juga tentang menjaga harmoni dan marwah bermasyarakat.
Editor: Nanda Bismar