Sumatera Barat memiliki daerah perairan laut yang cukup panjang membentang disepanjang Samudera Hindia yang indah.
Tidak pelak kondisi geografis ini dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat pesisir untuk mata pencaharian yaitu sebagai nelayan.
Sebagai salah satu mata pencaharian yang telah turun temurun diwariskan, para nelayan di Sumatera Barat juga memiliki tradisi unik yang sarat akan makna dalam kehidupan bermasyarakat.
Salah satunya adalah tradisi maelo pukek (menarik pukat) yang juga telah turun temurun diwariskan oleh para nenek moyang orang Minangkabau yang berprofesi sebagai nelayan.
Bagaimana sejarah dan apa saja makna yang tersirat di dalam tradisi maelo pukek? simak penjelasan menariknya berikut ini,
Apa Itu Pukek Atau Pukat?
Pukek atau pukat adalah suatu alat penangkapan ikan yang berbentuk jaring yang panjang, dan digunakan secara vertikal dengan pelampung di bagian atasnya serta pemberat di bagian bawah jaring.
Dengan konfigurasi ini, pukek menciptakan suatu penghalang jaring di dalam air yang mengelilingi kelompok ikan dan mencegahnya melarikan diri.
Terdapat berbagai jenis pukek yang dapat dioperasikan, baik dari kapal maupun dari darat.
Dengan kata lain, pukat menjadi alat yang efektif untuk menangkap ikan dengan membentuk semacam perangkap di dalam air.
Tradisi Maelo Pukek
Maelo Pukek atau mamukek merupakan salah satu tradisi yang diwarisi oleh masyarakat Minangkabau yang berprofesi sebagai nelayan untuk menangkap ikan dan biota laut di perairan sekitar pantai.
Maelo artinya “menarik”, jadi kegiatan maelo pukek merupakan aktivitas nelayan di pesisir Pantai untuk menangkap ikan dengan cara menarik pukat.
Kegiatan ini biasanya berlangsung selama kurang lebih dua jam, dengan nelayan bergantian menarik pukek (pukat). T
ali pukat diikatkan ke pinggang untuk memudahkan nelayan. Tradisi ini melibatkan sekelompok orang, sekitar 10 hingga 15 orang yang berinteraksi dan saling membantu di bibir pantai.
Awalnya, Maelo Pukek dilakukan dengan membentangkan jala atau jaring pukat di tengah laut dengan bantuan kapal kecil dan mesin di belakang kapal.
Tali yang ditinggalkan di bibir pantai ditarik bersama-sama untuk membawa pukat kembali ke bibir pantai dengan ikan yang terperangkap.
Baca Juga 5 Wisata Pantai di Kota Padang
Tradisi ini bukan hanya tentang menangkap ikan, tetapi juga membawa suatu nilai kebudayaan dan menciptakan lapangan kerja bagi orang-orang yang membutuhkan pekerjaan di sekitar lokasi maelo pukek.
Seiring berjalannya waktu, cara menangkap ikan pun kian berkembang degan menggunakan teknologi terbaru.
Awalnya menggunakan jaring atau Maelo Pukek, sekarang beralih ke alat modern dengan skala lebih besar.
Walaupun biaya yang dikeluarkan lebih tinggi, hasil tangkapan ikan juga lebih melimpah.
Meski demikian, masih terdapat nelayan yang tetap menjalankan Tradisi Maelo Pukek karena meskipun hasilnya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Maelo Pukek di Pesisir Pantai Kota Padang
Tradisi Maelo Pukek di Kota Padang telah ada sejak era 1940-an, dan pada masa itu, Maelo Pukek masih berjalan dengan cara yang sederhana dan menggunakan peralatan yang terbatas.
Sebelum memulai kegiatan Maelo Pukek, terdapat ritual atau tradisi yang disebut etong kalam.
Etong kalam merupakan sebuah ritual di mana doa-doa dibacakan di tepi pantai sebelum nelayan mulai menyebar pukek atau melakukan kegiatan Maelo Pukek.
Pada tahun 1942, Maelo Pukek terbagi menjadi dua bentuk, yaitu Maelo Pukek yang dilakukan di atas sampan dan di pinggir pantai.
Walaupun menggunakan jenis alat tangkapan yang sama, perbedaannya terletak pada lokasi dan jumlah orang yang terlibat dalam pekerjaan tersebut.
Maelo Pukek mencakup nilai-nilai seperti berbagi rezeki, menjaga lingkungan, dan kearifan lokal.
Berbagi rezeki mengacu pada tindakan memberi sebagian hasil tangkapan kepada kelompok nelayan lain yang disebut mancacak.
Mancacak adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak ikut dalam pekerjaan Maelo Pukek tetapi membantu menarik tali pukek yang telah dibentangkan oleh nelayan.
Meskipun bantuan mereka hanya sementara, mereka tetap mendapat bagian dari hasil tangkapan yang tidak diambil oleh nelayan.
Selain itu, menjaga lingkungan juga menjadi fokus, terutama dalam membersihkan sampah yang dapat mencemari laut, yang pada akhirnya bermanfaat bagi masyarakat pesisir.
Beberapa lokasi di Kota Padang yang masih melaksanakan tradisi ini seperti daerah Pasia Jambak, Pantai Puruih Padang dan Pasia Patenggangan.
Kemudian tradisi ini juga terdapat di daerah pesisir Pantai Sumatra Barat lainnya seperti daerah Padang Pariaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan dan daerah lainnya.
Kearifan lokal yang terus terjaga ini tercermin dalam kebudayaan yang turun temurun terus dirawat okeh masyarakat pesisir pantai Sumatera Barat.
Norma, kebiasaan, dan keterampilan dalam maelo pukek yang diwariskan dari generasi ke generasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menjaga ekosistem laut supaya tidak rusak.
Dengan demikian, Maelo Pukek tidak hanya menjadi suatu kegiatan penangkapan ikan, tetapi juga mencerminkan bagaimana cara masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup namun tetap menjaga kelestarian alam.
Semoga informasi dan ulasan mengenai maelo pukek bermanfaat ya, dan terus ikuti kamu untuk informasi menarik lainnya seputar Sumatera Barat!
Editor: Nanda Bismar