Sistem kekerabatan dalam masyarakat hukum adat Minangkabau, dikenal dengan sistem kekerabatan matrilineal.
Sistem Kekerabatan Matrilineal di Minangkabau adalah sistem kekerabatan melalui garis keturunan yang berjalan melalui ibu/pihak perempuan (anak-anak hanya mewarisi garis keturunan ibu dan saudara-saudara ibu mereka).
Ayah dan keluarganya tidak memiliki peran dalam garis keturunan anak.
Dahulunya, interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Minangkabau kurang teratur, dan norma-norma pernikahan belum ada.
Agar lebih mudah melacak silsilah keturunan, kemudian fakta bahwa yang melahirkan adalah Perempuan.
Oleh karena itu, masyarakat Minang mengambil garis keturunan melalui perempuan dianggap yang paling penting.
Hingga saat ini, masyarakat Minangkabau masih mempertahankan sistem garis keturunan ibu tanpa mengalami perubahan yang signifikan.
Sistem ini juga berkaitan erat dengan tradisi warisan sako dan pusako. Jika sistem keturunan mengalami perubahan, maka akan berdampak pada adat Minangkabau secara keseluruhan.
Garis Kekerabatan dan Kelompok Masyarakat
Sistem kekerabatan dalam masyarakat Minangkabau yang berlandaskan pada matrilineal memiliki beberapa unsur inti, yang disebut sebagai “paruik“.
Setelah Islam masuk ke Minangkabau, unsur ini juga dikenal sebagai “kaum“.
Selain itu, terdapat juga kelompok-kelompok sosial seperti “jurai” yang merupakan pecahan dari paruik. Interaksi sosial dalam masyarakat ini biasanya terpusat pada kaum.
Anggota kaum biasanya tinggal bersama di dalam rumah gadang yang sering dihuni oleh puluhan hingga ratusan orang.
Baca Juga Batagak Panghulu: Ritual Peresmian Pemimpin Kaum di Minangkabau
Ikatan di antara mereka tidak hanya didasarkan pada hubungan darah, tetapi juga faktor-faktor lainnya. Ada beberapa faktor yang mengikat anggota “kaum” sebagai berikut:
- Orang yang satu kaum seketurunan: Orang-orang dalam kaum dianggap seketurunan karena silsilah keturunan mereka dapat dilacak dengan jelas, terutama melalui garis keturunan perempuan. Hubungan ini berkaitan erat dengan warisan dan harta pusaka kaum.
- Orang yang sekaum sehina semalu: Melanggar adat atau norma-norma dapat mencemarkan nama baik seluruh kaum. Karena itu, anggota kaum selalu berusaha untuk menghindari tindakan yang merusak citra kaum mereka. Malu satu orang dianggap malu bersama.
- Orang yang sekaum sepandam sepekuburan: Setiap kaum memiliki pandam atau tempat kubur khusus bagi anggota kaum mereka. Ini menunjukkan identitas kaum mereka dan digunakan untuk pemakaman anggota kaum.
- Orang yang sekaum seberat seringan: Anggota “kaum” diajak untuk hadir pada acara-acara penting seperti perkawinan atau doa, dan juga untuk memberikan dukungan pada saat terjadi kejadian buruk seperti kematian.
- Orang yang sekaum seharta sepusaka: Harta benda dalam masyarakat ini bukan milik individu, melainkan warisan dari anggota kaum secara turun-temurun. Harta pusaka kaum menunjukkan sejarah asal-usul “kaum” tersebut dan status sosial dalam masyarakat adat.
Perkawinan Se-sukuDilarang
Menurut adat Minangkabau, perkawinan antara orang yang sekaum tidak diperbolehkan, meskipun jumlah mereka sudah berkembang menjadi ratusan orang.
Walaupun dalam agama Islam diperbolehkan, dan telah menjadi bagian dari masyarakat Minangkabau, namun adat masih melarang perkawinan sesama anggota kaum dan sesuku.
Hal ini karena perkawinan seperti itu dianggap dapat mengganggu hubungan sosial dan mengakibatkan kerusakan pada sistem kekerabatan matrilineal dan harta pusaka.
Oleh karena itu, hingga saat ini, perkawinan tetap dilakukan dengan orang di luar kaum (exogami).
Perkawinan dianggap sebagai inisiasi ke dalam fase baru dalam kehidupan seseorang, menandai perubahan dari tingkat umur, seperti masa kanak-kanak ke dewasa, dan kemudian ke perkawinan.
Baca Juga Empat Tradisi Unik Perkawinan di Minangkabau
Beberapa poin penting terkait perkawinan dalam adat Minangkabau adalah:
- Inisiatif datang dari pihak keluarga perempuan: Pada masa lalu, keluarga perempuan memiliki peran penting dalam mencarikan jodoh untuk anak perempuan mereka. Mereka akan merasa malu jika anak perempuan yang sudah seharusnya menikah belum mendapat pasangan. Upaya ini melibatkan pihak mamak atau datuk yang bertanggung jawab.
- Inisiatif berunding: Pada masa lalu, seorang gadis tidak diminta pendapatnya apakah ia mau menikah atau tidak, dan dengan siapa. Ini karena seorang yang belum menikah dianggap belum dewasa. Proses ini melibatkan mamak dan ayah gadis tersebut yang melakukan berunding secara resmi. Kemudian, calon pasangan diusulkan oleh keluarga perempuan kepada anggota keluarga laki-laki untuk mendapat persetujuan.
- Musyawarah antar keluarga: Perkawinan dalam adat Minangkabau melibatkan musyawarah antara kedua keluarga besar, bukan hanya antara calon pengantin. Ini bertujuan untuk mempersatukan dua keluarga besar dan membahas semua aspek yang berkaitan dengan perkawinan, termasuk tanggung jawab keluarga dalam menyelesaikan masalah yang mungkin timbul di masa depan.
Penting untuk diingat bahwa meskipun pada saat ini ada kemungkinan calon pasangan datang dari pihak gadis atau laki-laki, prinsip-prinsip adat tetap diikuti.
Ini untuk memastikan bahwa nilai-nilai adat dan tanggung jawab keluarga tetap terjaga.
Tindakan pemuda mencari jodoh sendiri dan menikah tanpa melibatkan keluarga dianggap tidak pantas dalam adat Minangkabau.
Demikianlah ulasan singkat mengenai kekerabatan matrilineal dan sistem kehidupan kaum dan adat pernikahan yang menjadi bagian dari merawat matrilineal.
Sangat menarik bukan? ketahui semua aspek mengenai budaya dan kehidupan masyarakat Minangkabau hanya di West Sumatera 360!
Editor: Nanda Bismar