Bulan Ramadhan selalu menjadi waktu istimewa bagi umat Islam untuk meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Selain puasa, tadarus Al-Qur’an, dan shalat tarawih, terdapat berbagai tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat Muslim di berbagai daerah.
Salah satu tradisi yang masih lestari di Sumatera Barat adalah Basuluak, sebuah ritual berdiam diri sembari beribadah di masjid selama bulan suci Ramadhan.
Tradisi ini umumnya dilakukan oleh pengikut Tarekat Naqsyabandiyah dengan jangka waktu yang bervariasi, mulai dari sepuluh hari hingga empat puluh hari.
Makna dan Sejarah Basuluak
Kata Basuluak berasal dari bahasa Minang yang berarti bersemedi atau berdiam diri.
Secara umum, basuluak bisa dimaknai sebagai bentuk pengasingan sementara dari kehidupan duniawi untuk lebih fokus mendekatkan diri kepada Allah.
Tradisi ini memiliki kemiripan dengan praktik i’tikaf yang dilakukan oleh umat Islam lainnya pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, tetapi berbeda penerapan.
Basuluak dipimpin oleh seorang imam yang disebut mursyid atau khalifah, yang memiliki wewenang untuk menentukan siapa yang dapat mengikuti ritual tersebut.
Seorang mursyid biasanya adalah sosok yang dihormati dalam tarekat dan memiliki pemahaman mendalam tentang ilmu agama serta spiritualitas Islam.
Keberadaan mursyid menjadi penting dalam membimbing peserta basuluak agar tetap fokus pada ibadah dan menjalankan aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Proses Pelaksanaan Basuluak
Ritual basuluak dimulai dengan niat yang kuat dari peserta untuk meninggalkan kehidupan duniawi dan mendedikasikan waktu mereka sepenuhnya kepada ibadah.
Jemaah yang mengikuti membawa keperluan pribadi mereka seperti pakaian, sajadah, dan perlengkapan lainnya ke dalam masjid.
Selama menjalankan prosesi basuluak, mereka tidak diperbolehkan keluar dari masjid kecuali dalam kondisi mendesak atau atas izin mursyid.
Makanan untuk sahur dan berbuka puasa biasanya disediakan oleh masyarakat sekitar masjid sebagai bentuk dukungan kepada para peserta basuluak.
Hal ini menunjukkan bagaimana tradisi ini tidak hanya menjadi sarana ibadah pribadi, tetapi juga mempererat hubungan sosial dan kebersamaan dalam komunitas.
Dalam sehari, peserta basuluak mengisi waktu mereka dengan berbagai bentuk ibadah, seperti:
- Shalat lima waktu dan shalat sunnah
- Dzikir dan wirid
- Membaca dan menghafal Al-Qur’an
- Berdoa dan bermunajat kepada Allah
- Mendengarkan ceramah agama dan bimbingan spiritual dari mursyid
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk mencapai kesucian hati dan memperkuat hubungan spiritual dengan Allah SWT.
Di kota Padang sendiri, kamu bisa menemukan masyarakan yang basuluak di sekitar daerah Indarung, Lubuk Kilangan, tepatnya di Masjid Ubudiyah.
Baca Juga Tradisi Mandoa, Menyatukan Budaya dan Agama di Minangkabau
Jangka Waktu Basuluak
Durasi basuluak tidak selalu sama bagi setiap peserta, umumnya ritual ini dilakukan paling cepat sepuluh hari sebelum Ramadhan berakhir.
Tetapi ada juga yang melaksanakannya selama empat puluh hari penuh sejak awal Ramadhan.
Lama waktu ini biasanya ditentukan oleh kesiapan spiritual dan kemampuan masing-masing individu untuk menjalani proses ibadah intensif.
Bagi mereka yang baru pertama kali mengikuti, biasanya dianjurkan untuk memulainya dalam waktu yang lebih singkat.

Peran Masyarakat dalam Tradisi Basuluak
Selain dukungan penyediaan makanan bagi peserta basuluak, masyarakat sekitar masjid juga berperan dalam menjaga ketertiban dan kelancaran ritual.
Biasanya, terdapat sekelompok orang yang bertanggung jawab untuk memastikan kenyamanan peserta, mulai dari kebersihan masjid, keamanan, hingga kelangsungan ibadah selama basuluak berlangsung.
Masyarakat juga sering datang ke masjid untuk ikut serta dalam dzikir atau mendengarkan ceramah agama yang disampaikan oleh mursyid.
Dengan demikian, basuluak bukan hanya menjadi pengalaman spiritual pribadi bagi peserta, tetapi juga membawa manfaat bagi komunitas yang lebih luas.
Basuluak dan Keunikan Tarekat Naqsyabandiyah
Aliran Naqsyabandiyah adalah salah satu tarekat sufi terbesar di dunia Islam, termasuk di Indonesia.
Tarekat ini menekankan pentingnya dzikir dan kontemplasi sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dalam tradisi basuluak, pendekatan menjadi sangat kental, karena peserta menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk berdzikir dan berdoa.
Selain itu, Tarekat Naqsyabandiyah juga memiliki ajaran yang kuat tentang disiplin spiritual, sehingga peserta basuluak diwajibkan untuk mengikuti aturan yang ketat.
Kehadiran mursyid atau khalifah menjadi kunci dalam memastikan bahwa ibadah yang dilakukan sesuai dengan ajaran Islam dan tarekat yang dianut.
Meskipun tidak sepopuler i’tikaf dalam praktik ibadah umum, basuluak memiliki nilai spiritual yang sangat dalam dan menjadi bagian dari kekayaan budaya Islam.
Dukungan masyarakat sekitar juga menjadi bukti bagaimana tradisi ini mempererat tali persaudaraan dan kebersamaan dalam komunitas Muslim.
Bagi siapa saja yang ingin merasakan pengalaman spiritual yang lebih mendalam selama bulan Ramadhan, mengikuti basuluak bisa menjadi pilihan yang menarik.
Selain menambah pahala, tradisi ini juga memberikan ketenangan batin serta memperkuat ikatan dengan Allah SWT.
Editor: Nanda Bismar