Urang Sumando dalam bahasa Minangkabau adalah sebutan untuk menantu laki-laki yang menikah dengan perempuan Minang.
Dimana pernikahan bukan sekadar ikatan antar dua individu, tetapi juga menyatukan dua keluarga besar yang memiliki adat dan aturan tersendiri.
Walaupun telah menjadi bagian dari keluarga istri, posisi urang sumando tetaplah unik, karena dianggap sebagai tamu yang datang dari keluarga lain.
Posisi tersebut membuat urang sumando tetap harus menjaga sikap dan memahami batasan aturan adat yang berlaku.
Konsep ini menjadikan peran urang sumando tak hanya sebagai suami dan ayah, tetapi juga sebagai penghubung antara dua keluarga.
Memiliki kewajiban moral dan sosial yang besar seperti melindungi anak dan istri, mendidik anak, serta menjaga nama baik keluarga isterinya.
Namun, dalam praktiknya, tidak semua urang sumando menjalankan peran dengan baik.
Karena itu, dalam budaya Minang, dikenal beberapa jenis perumpamaan urang sumando yang diklasifikasikan berdasarkan perilaku dan kontribusinya.
1. Sumando Ayam Gadang
Julukan ini disematkan pada sumando yang hanya berperan sebagai ayah secara biologis.
Ia digambarkan seperti buruang puyuah, hanya bisa beranak tetapi tak menjalankan tanggung jawabnya sebagai suami.
Bahkan juga dianggap tidak peduli pada istri dan anak, bahkan tidak menafkahi keluarganya.
Dalam pandangan masyarakat Minang, sumando jenis ini sangat tidak dihormati karena dianggap tidak berguna dan mempermalukan keluarga istri.
2. Sumando Langau Hijau
Jenis sumando ini dikenal karena sifatnya yang jorok dan tak menjaga kebersihan, baik diri sendiri maupun lingkungan.
Seperti lalat hijau yang menjijikkan, ia sering menjadi sumber ketidaknyamanan di dalam rumah.
Kemudian juga tidak mencerminkan nilai-nilai sopan santun dan kesucian yang dijunjung tinggi dalam adat Minangkabau.
3. Sumando Kacang Miang
Ini adalah tipe sumando yang membawa pengaruh buruk ke dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Dianggap suka memfitnah, menghasut, dan memecah belah, dalam adat Minang, sumando seperti ini sangat dihindari karena menjadi biang masalah di kampung.
Ia senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang, yang juga sering disebut pengharu biru, pengacau suasana damai dalam komunitas.

4. Sumando Lapiak Buruak
Disebut demikian karena sumando ini malas bekerja, bahkan enggan keluar rumah untuk ke sawah, ladang, atau berdagang demi mencukupi kebutuhan keluarga.
Di masyarakat pekerja Minangkabau, laki-laki yang tidak mencari nafkah dianggap sebagai beban.
Ia akan dipandang rendah dan tidak mendapat tempat di lingkungan sosial maupun dalam keluarga istri.
Baca Juga Sumbang Duo Baleh, Aturan Dasar Yang Harus Ditaati Oleh Perempuan Minangkabau
5. Sumando Kutu Dapua
Meski tidak sepenuhnya bermakna negatif, julukan ini diberikan kepada sumando yang lebih banyak berkutat di dapur daripada bekerja di luar.
Ia sering memasak, mencuci, dan mengurus urusan rumah tangga layaknya perempuan.
Dalam pandangan adat Minang yang masih patriarkal dalam pembagian peran kerja, sumando seperti ini kadang dianggap “kurang laki-laki”.
Namun, di era modern, pandangan ini mulai bergeser dan dianggap sebagai bentuk kerjasama rumah tangga.

6. Sumando Apak Paja
Sumando ini hanya dimanfaatkan untuk mendapatkan keturunan, karena hanya dimanfaatkan secara biologis.
Ia tidak aktif dalam ekonomi rumah tangga bahkan sebaliknya, diberi sawah, harta, atau modal oleh keluarga istrinya.
Perannya pasif dan dianggap hanya ada secara simbolik, ditambah dengan tidak punya inisiatif, bahkan untuk kesejahteraan anak dan istrinya sekalipun.
7. Sumando Gadang Malendo
Ini adalah sumando yang paling “berbahaya” dalam konteks adat, karena mencoba merusak tatanan sistem kekeluargaan Minangkabau.
Ia dengan sewenang-wenang menempatkan dirinya sebagai kepala kaum, padahal dalam budaya Minang, posisi itu dipegang oleh mamak (paman dari pihak ibu).
Sumando semacam ini bisa menciptakan konflik dalam pengambilan keputusan keluarga besar, karena melangkahi adat yang sudah dijunjung turun-temurun.
8. Sumando Niniak Mamak
Inilah tipe urang sumando yang menjadi panutan, terkenal cakap dalam bertutur kata, berperilaku bijak, dan suka membantu baik keluarga istri maupun keluarga asalnya.
Ia dihormati dan dicintai semua anggota keluarga dengan peran sosialnya pun diakui karena ia mampu menempatkan diri dengan tepat.
Tidak menonjolkan ego sebagai kepala rumah tangga, tetapi juga tidak lari dari tanggung jawab sebagai suami dan ayah.
Sumando niniak mamak adalah sosok idaman yang menjadi kebanggaan dalam keluarga Minang.
Sumando haruslah mampu menyeimbangkan perannya sebagai tamu dalam keluarga besar istrinya, suami bagi pasangannya, dan ayah bagi anak-anaknya.
Delapan klasifikasi sumando diatas adalah refleksi dari bagaimana masyarakat menilai peran dan karakter seseorang dalam keluarga.
Harapannya, setiap urang sumando bisa menjadi sumando niniak mamak, figur yang bijak, bertanggung jawab, dan dicintai oleh semua.
Editor: Nanda Bismar