Sumbang adalah suatu tindakan yang melanggar ketentuan atau mengenai perilaku yang dianggap tidak sopan atau melanggar adat di Ranah Minang.
Dalam hal ini, setiap perempuan di minang dianggap sebagai calon pendidik dan pewaris tradisi keluarga (calon bundo kanduang).
Tugas mereka termasuk mewariskan harta keluarga dan mengajarkan adab kepada anak-anak generasi selanjutnya.
Kemudian kata “Duo Baleh” berarti dua belas, yang merujuk pada dua belas ketentuan dan larangan yang terdapat dalam aturan ini.
Jadi, Sumbang Duo Baleh adalah dua belas aturan dasar yang tidak tertulis, mengatur tata krama dan nilai sopan santun perempuan di Ranah Minang.
Kedua belas ketentuan dan larangan yang harus dipatuhi oleh setiap perempuan.
Melanggar aturan ini akan menyebabkan sanski sosial, bukan hanya bagi perempuan itu sendiri, tetapi juga bagi mamak (pemimpin keluarga) dan keluarganya secara keseluruhan.
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang aturan sumbang duo baleh di Minangkabau,
1. Sumbang Duduak
Dalam tata cara adat Minang yang dikenal sebagai “Sumbang Duduak” atau “Aturan ketika Duduk”, norma-norma duduk bagi perempuan diatur dengan ketat.
Perempuan diharapkan untuk duduk bersimpuh, tidak diperkenankan bersila seperti lelaki, mengangkat kaki, atau berjongkok.
Bahkan saat duduk di kursi, perempuan diwajibkan untuk duduk menyamping dan merapatkan paha.
Hal ini mencerminkan adanya norma-norma ketat terkait perilaku duduk perempuan dalam konteks budaya dan adat Minangkabau.
2. Sumbang Tagak
Dalam tata krama tradisional Minangkabau, Sumbang Tagak, yang berarti aturan ketika berdiri, merinci norma-norma yang harus diikuti oleh perempuan ketika berdiri.
Peraturan ini mendorong sikap sopan dan menghormati lingkungan sekitar. Perempuan diwajibkan untuk berdiri dengan sikap yang sopan, menghindari mengacungkan pinggang.
Selain itu, ada larangan berdiri di tangga atau di depan pintu.
Perempuan juga tidak diperkenankan berdiri di pinggir jalan tanpa alasan yang jelas, dan tentunya dilarang berdiri berdua dengan seseorang yang bukan muhrim (kerabat dekat yang diharamkan untuk dinikahi).
Aturan-aturan ini mencerminkan nilai-nilai tradisional yang menekankan pada kesopanan, hormat, dan norma-norma sosial dalam keseharian masyarakat Minangkabau.
Baca Juga Apa Itu Sistem Kekerabatan Matrilineal di Minangkabau?
3. Sumbang Makan
Sumbang makan mengajarkan cara makan dengan sopan dan baik. Ketika kita makan, sebaiknya makan secukupnya dan pelan-pelan.
Tidak disarankan untuk makan sambil berdiri atau berjalan. Lebih baik fokus pada makanan kita tanpa berbicara, kecuali jika pembicaraan tersebut sangat penting.
Selain itu, kita sebaiknya menghindari membuat suara berisik atau mancapak saat makan. Ini adalah cara untuk menjaga tata krama dan kesopanan saat makan.
4. Sumbang Bajalan
Berjalan bagi perempuan bukanlah sekadar langkah kaki, melainkan suatu perjalanan yang melibatkan kehati-hatian dan kebijaksanaan.
Dalam norma kesopanan di masyarakat, perempuan diwajibkan untuk selalu berjalan bersama teman, menghindari tergesa-gesa, dan mempertahankan kewaspadaan.
Kewaspadaan tersebut mencerminkan nilai-nilai kesopanan dan kehati-hatian yang dijunjung tinggi dalam tata krama perempuan.
5. Sumbang Kato
Dalam konteks berbicara (bakato) yang sopan, prinsip sumbang bakato menekankan pentingnya mengungkapkan kata-kata dengan sopan dan tujuan yang jelas.
Individu perlu memperhatikan norma-norma tata krama dan memahami siapa yang menjadi pendengar mereka.
Melanggar aturan seperti memotong pembicaraan orang lain atau berbicara dengan terlalu bersemangat sebaiknya dihindari.
6. Sumbang Caliak
Perempuan yang sudah dewasa (gadis) tidak diperbolehkan bertatap muka dengan lelaki yang bukan mahramnya, mereka diharapkan untuk menundukkan pandangan mereka.
Dalam tatanan budaya Minangkabau, terdapat norma khusus yang mengatur perilaku perempuan yang telah dewasa.
Mereka dilarang untuk berinteraksi langsung dengan lelaki yang bukan mahramnya, dengan menekankan pentingnya menundukkan pandangan.
Selain itu, ketika ada tamu di rumah, perempuan diharapkan untuk tidak terlalu sering melihat jam.
Karena tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk sopan santun yang halus untuk tidak mengusik tamu yang sedang berkunjung.
Norma-norma ini mencerminkan nilai-nilai adat dan tata krama yang masih dijunjung tinggi dalam masyarakat Minangkabau.
7. Sumbang Bapakaian
Dalam tata berpakaian perempuan Minang, Sumbang Berpakaian memiliki peran penting dalam mengatur etika berpakaian.
Prinsip dasarnya adalah menutup aurat dengan tidak menggunakan pakaian yang terlalu ketat, sempit, atau transparan sehingga tidak memperlihatkan lekuk tubuh.
Pakaian yang digunakan diharapkan bersifat sopan, bersih, dan rapi.
Ada penekanan untuk tidak memakai pakaian yang jarang dan ketat, terutama yang dapat mencetak lekuk tubuh.
Selain itu, penting juga untuk menggunakan pakaian sesuai dengan fungsinya.
Misalnya, pakaian yang dikenakan saat pergi ke pasar seharusnya berbeda dengan pakaian yang dikenakan saat menjalankan ibadah sembahyang.
Prinsip ini mencerminkan nilai-nilai adat dan norma kesopanan dalam berpakaian yang dijunjung tinggi dalam budaya Minang.
8. Sumbang Bagaua
Dalam konteks pergaulan perempuan dewasa Minang, penting untuk memperhatikan norma-norma sosial yang telah diatur dalam budaya setempat.
Pergaulan harus dijaga dengan cermat, dan perempuan dewasa diharapkan untuk tidak terlalu dekat bergaul dengan orang yang bukan muhrimnya, terutama dalam situasi berduaan.
Selain itu, dianggap tidak pantas jika perempuan dewasa terlibat dalam aktivitas bersama anak kecil atau bahkan ikut serta dalam permainan mereka, karena hal tersebut dianggap melanggar tata krama dan norma-norma sosial yang berlaku.
Dalam ranah budaya Minang, pemeliharaan nilai-nilai tradisional sangat ditekankan, dan pergaulan perempuan dewasa diharapkan mencerminkan sikap yang sopan dan menjaga batasan-batasan tertentu.
9. Sumbang Karajo
Sumbang karajo menggambarkan pandangan mengenai peran ideal pekerjaan bagi perempuan berdasarkan norma-norma adat.
Menurut tradisi, perempuan seharusnya memilih pekerjaan yang sesuai dengan kodrat atau fitrahnya.
Pilihan pekerjaan tersebut melibatkan kegiatan seperti menjahit, bertenun, mengajar, dan memasak.
Dalam konteks adat, hal ini mencerminkan keyakinan bahwa perempuan sebaiknya terlibat dalam pekerjaan yang dianggap lebih sesuai dengan karakteristik dan peran tradisional mereka.
Pandangan ini mencerminkan norma-norma budaya yang mungkin masih memandang peran gender secara tradisional, dengan harapan bahwa pekerjaan perempuan seharusnya sesuai dengan gambaran tradisional tentang kelembutan dan keahlian tertentu.
10. Sumbang Tanyo
Dalam hal bertanya, penting untuk mendengarkan dengan baik penjelasan orang lain sebelum kita mengajukan pertanyaan.
Ketika kita ingin bertanya, kita perlu melakukannya dengan sopan. Artinya, kita tidak boleh menguji atau merendahkan orang lain dalam pertanyaan kita.
Jadi, selalu penting untuk menghormati orang lain dan mengajukan pertanyaan dengan cara yang sopan dan tidak menyakitkan.
11. Sumbang Jawab
Jika seseorang bertanya, jawablah dengan singkat dan tepat. Hindari memberikan jawaban yang bertele-tele atau melebih-lebihkan, sehingga orang tidak perlu bertanya berulang kali karena kebingungan.
Fokuslah untuk memberikan informasi yang benar-benar diperlukan, dan jika tidak ada yang perlu ditambahkan, tidak perlu memberikan jawaban yang berlebihan atau tidak relevan.
Ini membantu agar komunikasi menjadi jelas dan efisien.
12. Sumbang Kurenah
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, penting untuk memperhatikan perilaku agar tetap menjaga kesopanan dan menghormati perasaan orang lain.
Hindari berbicara dengan suara berisik atau berbisik-bisik, menutup hidung di tengah keramaian, tertawa terbahak-bahak, dan perilaku sejenisnya.
Selain itu, perlu menjaga bahasa agar tidak mengucapkan kata-kata yang dapat menyinggung banyak orang.
Upaya ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan menjunjung tinggi norma-norma kesopanan dalam interaksi sehari-hari.
Tradisi Sumbang Duo Baleh dari Minangkabau mencerminkan kearifan lokal dan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi dalam masyarakat.
Aturan-aturan yang terkandung di dalamnya bukan hanya sekadar norma sopan santun, tetapi juga merupakan fondasi dari keberlanjutan warisan budaya dan adat istiadat Minangkabau.
Dengan menjaga ketaatan terhadap Sumbang Duo Baleh, masyarakat Minangkabau melestarikan nilai-nilai kekeluargaan, harga diri, dan rasa hormat terhadap tradisi leluhur mereka.
Semoga tradisi ini terus diteruskan dan dijunjung tinggi sebagai bagian tak terpisahkan dari kekayaan budaya Minangkabau yang tak terpisahkan. Tunggu Informasi menarik lainnya hanya di Westsumatra360!
Editor: Nanda Bismar