Pakilia merupakan suatu tradisi unik yang ada di suku mentawai ketika menyambut keluarga baru dalam tradisi pernikahan adat setempat.
Tradisi ini telah diwariskan selama ratusan tahun dan Suku Mentawai tetap menjaga keaslian budaya mereka meski zaman terus berkembang.
Dalam artikel berikut, West Sumatera 360 akan membahas lebih dalam tentang asal usul Suku Mentawai, kemudian Ritual Pakilia, dan nilai-nilai filosofisnya.
Asal Usul Suku Mentawai
Menurut beberapa pandangan, masyarakat Mentawai memiliki keterkaitan dengan garis keturunan Polinesia, sebuah kelompok etnis yang tersebar di wilayah Pasifik.
Namun, menurut kepercayaan masyarakat Siberut, nenek moyang mereka berasal dari satu suku bernama Uma.
Yang pertama kali mendiami daerah Simatalu, wilayah di Pantai Barat Pulau Siberut.
Dari sana, nenek moyang mereka menyebar ke seluruh pulau dan terpecah menjadi beberapa Uma atau kelompok suku.
Setiap Uma memiliki adat istiadat, struktur sosial, dan tradisi yang diwariskan hingga kini.
Sistem sosial di Suku Mentawai menganut prinsip patrilineal, di mana garis keturunan berdasarkan garis keturunan laki-laki.
Sistem ini memengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat Mentawai, termasuk dalam ritual-ritual penting seperti pernikahan.
Ritual Pakilia: Tradisi Sakral dalam Upacara Pernikahan
Salah satu tradisi yang menjadi bagian penting dari budaya Suku Mentawai adalah Ritual Pakilia.
Sebuah prosesi penyambutan anggota baru ke dalam keluarga melalui pernikahan.
Uniknya ritual ini tidak selalu dilakukan dalam setiap upacara pernikahan.
Melainkan hanya jika pihak keluarga memahami struktur dan syair yang harus diucapkan selama prosesi berlangsung.
Ritual Pakilia merupakan warisan Uma Sikaraja, salah satu kelompok Uma di Mentawai, dan biasanya dilakukan oleh masyarakat Mentawai yang beragama Katolik.
Makna dan Tahapan Ritual Pakilia
Ritual Pakilia dilakukan setelah pemberkatan pernikahan di gereja, prosesi ini berlangsung di rumah mempelai pria.
Di mana pengantin wanita secara simbolis bergabung dengan keluarga baru.
Pakilia memiliki beberapa makna, diantaranya adalah simbol penyatuan keluarga baru.
Doa untuk kebahagiaan dan keberlangsungan rumah tangga, serta harapan akan kehidupan yang harmonis.
Berikut adalah tahapan dalam Ritual Pakilia:
1. Persiapan
Sebelum prosesi dimulai, keluarga mempelai pria mempersiapkan perlengkapan seperti 4 ekor ayam muda (shimanosa), 4 ekor katsaira (sejenis ayam hutan khas Mentawai), 1 gendang tradisional (gajumak) dan 1 ekor ayam jago.
2. Prosesi Penyambutan di Jembatan Rumah
Calon pengantin dan pengiringnya berbaris mengenakan kostum adat Mentawai, urutannya adalah teman-teman pengantin di depan, diikuti mempelai wanita, lalu mempelai pria di belakang.
Prosesi dimulai di jembatan rumah mempelai pria, simbol penyatuan keluarga baru dengan keluarga besar pria.
3. Pemotongan Ayam dan Penetesan Darah
Seorang tetua adat yang disebut Shikebkat Uma memotong bagian ujung paru-paru ayam dan menyedot darahnya.
Darah tersebut diteteskan ke wajah kedua mempelai di bagian dahi, pipi, dan hidung sebagai simbol penyatuan dan doa.
4. Pembacaan Sukkat
Tetua adat melanjutkan dengan pembacaan Sukkat, yaitu doa atau syair yang berisi harapan dan nasihat untuk kehidupan rumah tangga pasangan baru.
Tiga paragraf dalam Sukkat masing-masing memiliki makna, paragraf pertama bermakna ibarat pohon palem yang berbuah manis dan melambangkan kehidupan yang bertahap dan harmonis.
Paragraf kedua menggambarkan aliran air sungai, melambangkan perjalanan hidup yang memiliki awal dan akhir dengan berbagai tantangan.
Paragraf ketiga mengibaratkan tebu yang manis, melambangkan pentingnya menjaga martabat keluarga dan menjadi teladan yang baik.
Baca Juga 7 Fakta Menarik Suku Mentawai: Keunikan Dialek & Ragam Tradisi Unik
5. Jalan Jinjit dan Hiburan
Setelah prosesi Sukkat, pasangan pengantin dan pengiringnya berjalan jinjit menuju rumah pengantin perempuan.
Selama perjalanan, keluarga dan kerabat melakukan aksi-aksi lucu, seperti membawa sendok kari atau ketel, untuk menciptakan suasana meriah dan gelak tawa.
6. Penerimaan di Rumah
Ritual diakhiri dengan penerimaan pasangan baru di tangga rumah, dimana seluruh keluarga berkumpul untuk makan bersama sebagai simbol kebersamaan dan persatuan keluarga.
Ayam-ayam yang digunakan dalam prosesi dikumpulkan, sementara katsaira ditempelkan di atap rumah sebagai simbol keutuhan keluarga.
Makna Budaya dan Nilai-Nilai dalam Ritual Pakilia
Prosesi ini tidak hanya melibatkan pengantin, tetapi juga keluarga besar dan kerabat, menunjukkan pentingnya ikatan keluarga dalam kehidupan masyarakat Mentawai.
Pakilia menjadi simbol bagaimana tradisi dan adat istiadat diwariskan dari generasi ke generasi.
Setiap langkah dalam ritual dipenuhi dengan doa dan harapan untuk kebahagiaan serta keharmonisan keluarga baru.
Prosesi tersebut bukan hanya sekadar acara adat, tetapi juga menjadi refleksi nilai-nilai luhur seperti kebersamaan, cinta, dan doa untuk kehidupan yang lebih baik.
Bagaimana? menarik sekali bukan? beritahu kami di kolom komentar tentang budaya dan sejarah yang ingin kamu ketahui tentang Sumatera Barat.
Editor: Nanda Bismar