Close Menu

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Tradisi Juadah: Antaran Khas Pengantin dari Padang Pariaman

    June 5, 2025

    Mengenal 6 Spesies Primata Endemik Kepulauan Mentawai

    June 5, 2025

    5 Cafe Baru di Padang, Cocok Buat Healing, Ngopi, atau Nugas

    June 5, 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Facebook X (Twitter) Instagram
    West Sumatra 360
    Friday, June 6 Login
    • Home
      • About
      • Privacy Policy
      • UMKM
    • Culture
    • To Do
    • Food
    • Travel Tips
    West Sumatra 360
    Home»Wisata»Budaya»Pacu Kuda di Sumatera Barat: Berawal dari Tradisi Budaya ke Pentas Nasional
    Budaya

    Pacu Kuda di Sumatera Barat: Berawal dari Tradisi Budaya ke Pentas Nasional

    Novi Fani RovikaBy Novi Fani RovikaJune 4, 2025
    Share Facebook Twitter Pinterest Copy Link LinkedIn Tumblr Email Telegram WhatsApp
    Pacu Kuda di Sumatera Barat: Berawal dari Tradisi Budaya ke Pentas Nasional
    Pacu Kuda - Photo Nanda Bismar- Berpacu di Ambacang
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Pacu Kuda di Sumatera Barat mulanya menjadi tradisi yang sarat dengan nilai-nilai budaya Minangkabau, namun siapa sangka kini telah menembus pentas nasional.

    Balapan adu cepat kuda yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat sejak akhir abad ke-19.

    Berawal sebagai hiburan rakyat dan tradisi budaya, pacu kuda berkembang menjadi olahraga profesional dan menjadi bagian dari kalender resmi Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PORDASI).

    Dibalik gemuruh derap kaki kuda dan sorak sorai penonton, Pacu Kuda menyimpan sejarah panjang, kebanggaan lokal, dan dinamika sosial yang merefleksikan semangat kompetisi dan gotong royong.

    Melalui tulisan ini, tim West Sumatra 360 akan membahas secara komprehensif bagaimana pacu kuda tumbuh dari gelanggang-gelanggang kecil ke panggung nasional.

    Kemudian juga mengupas berbagai makna kultural yang melekat kuat dalam tradisi Pacu Kuda di Minangkabau.

    Asal Usul: Pacu Kuda di Masa Kolonial

    Jejak awal pacu kuda di Minangkabau bermula pada masa pemerintahan Kolonial Belanda, yaitu sekitar tahun 1889.

    Saat itu, bangsa Belanda yang banyak bermukim di dataran tinggi Sumatera Barat seperti Bukittinggi, membawa serta tradisi balap kuda Eropa ke Minangkabau.

    Mereka kemudian membentuk sebuah organisasi pacuan kuda yang dinamakan Rembond, kemudian untuk mewadahi kegiatan ini, dibangunlah Gelanggang Pacuan Kuda Bukit Ambacang di Bukittinggi.

    Seiring waktu, kegiatan pacu kuda kemudian tidak hanya menjadi milik kaum colonial dan warga lokal Minangkabau yang dikenal adaptif dan kreatif, mulai ikut serta.

    Masyarakat mulai tertarik, bukan hanya sebagai penonton, tetapi juga sebagai pemilik dan pelatih kuda, lalu dari sinilah pacu kuda mulai menyatu dengan kehidupan sosial Minangkabau.

    Pacu Kuda di Sumatera Barat: Berawal dari Tradisi Budaya ke Pentas Nasional
    Pacu Kuda Photo Nanda Bismar Berpacu di Ambacang

    Ekspansi Tradisi: Lahirnya Gelanggang-Gelanggang Baru

    Setelah suksesnya Bukit Ambacang sebagai pusat pacu kuda di Bukittinggi, semangat untuk mengembangkan pacuan kuda menjalar ke berbagai daerah di Sumatera Barat.

    Tercatat sejumlah gelanggang pacuan kuda pun kemudian dibangun, diantaranya yaitu:

    • 1906 => Gelanggang Pacuan Kuda Kubu Gadang di Kota Payakumbuh, Luhak Limopuluah.

    Daerah ini memang dikenal memiliki banyak peternak dan pencinta kuda, sehingga kehadiran gelanggang ini disambut antusias.

    • 1913 => Gelanggang Pacuan Kuda Bukit Gombak di Batusangkar, Tanah Datar.

    Selain sebagai arena balapan kuda, tempat ini juga menjadi simbol status sosial bagi masyarakat nagari. Masih di tahun yang sama, Gelanggang Pacuan Kuda Ampang Kualo di Solok, memperkuat posisi Sumatera Barat sebagai pusat olahraga berkuda di Sumatera.

    Dengan hadirnya gelanggang-gelanggang tersebut diatas, pacu kuda tak lagi sekadar tontonan elit kolonial, melainkan telah menjadi ajang budaya, silaturahmi, sekaligus kebanggaan nagari.

    Setiap gelaran pacuan, biasanya juga akan diramaikan dengan pesta rakyat, seperti pasar malam, dan pameran produk lokal.

    Pacu kuda kemudian juga menjadi momen penting dalam kalender adat dan budaya Masyarakat, yang kemudian diselenggarakan juga saat moment hari raya atau hari besar islam lainnya.

    Baca Juga From Horses to Ducks: The Fascinating Animal Races of West Sumatra

    Berawal dari Tradisi ke Olahraga: Profesionalisasi dan Pembinaan

    Perjalanan pacu kuda dari event budaya menuju olahraga nasional tak terlepas dari peran masyarakat lokal yang kuat dan gigih dalam menjaga tradisi ini, bahkan setelah kemerdekaan.

    Saat Indonesia memasuki era pembangunan, pacu kuda turut berbenah dan mengarah pada profesionalisasi.

    Pada dekade 1960-an hingga 1980-an, pemerintah daerah bersama para tokoh masyarakat di Sumatera Barat mulai serius mengembangkan olahraga berkuda.

    Peternakan kuda pun mulai dikelola lebih modern, kemudian kuda-kuda lokal disilangkan dengan ras-ras unggul dari luar negeri untuk menghasilkan kuda pacu yang lebih kompetitif.

    Akhirnya, dengan pembentukan PORDASI sebagai bentuk transformasi dari Rembond, pacu kuda di Minangkabau pun resmi masuk ke dalam agenda nasional.

    Sumatera Barat menjadi salah satu provinsi dengan prestasi berkuda terbaik, dimana atlet-atletnya sering mengukir prestasi di ajang nasional bahkan internasional.

    300*250

    Tidak hanya Gelanggang Bukit Ambacang di Bukittinggi, Gelanggang Kubu Gadang di Payakumbuh dan Bukit Gombak di Batusangkar, sering menjadi tuan rumah ajang – ajang pacuan nasional.

    Mendatangkan peserta dari penjuru Nusantara, bahkan pada era 2000-an, beberapa ajang pacu kuda dikemas dalam bentuk Festival Wisata Berkuda, dengan atraksi budaya, pameran UMKM dan lainnya.

    Pacu Kuda di Sumatera Barat: Berawal dari Tradisi Budaya ke Pentas Nasional
    Pacu Kuda Photo Nanda Bismar Berpacu di Ambacang

    Makna Budaya dan Sosial dalam Pacu Kuda

    Lebih dari sekadar olahraga, pacu kuda mengandung makna yang mendalam dalam budaya orang Minang yang mencerminkan semangat “sakik-sakik membaok sabalun takana, payah-payah mangko manjadi”.

    Adapun maknanya adalah setiap keberhasilan lahir dari usaha keras, seperti melatih kuda yang penuh tantangan.

    Berikut beberapa makna budaya dalam pacu kuda antara lain:

    1.  Pacu Kuda Sebagai Simbol Status Sosial dan Kehormatan

    Memiliki kuda pacu unggulan adalah simbol status dan kehormatan bagi seorang pemilik atau keluarga karena pemilik kuda yang menang pacuan akan dihormarti oleh Masyarakat lainnya.

    2.  Arena Pendidikan dan Kaderisasi

    Pacuan kuda bukan hanya tentang kuda, tapi juga tentang pelatih, joki, dan pengurus kendang, anak-anak muda dari nagari belajar mengenai kerja keras, disiplin, dan semangat kompetisi dari dunia pacuan ini.

    3.  Pacu Kuda Sebagai Ruang Rekreasi dan Ekonomi Rakyat

    Setiap pacuan kuda dirayakan bak pesta rakyat, para pedagang kaki lima, pengrajin, hingga seniman lokal mendapatkan panggung untuk berekspresi dan berdagang.

    Sehingga gelaran ini menggerakkan roda ekonomi mikro dan memperkuat jalinan sosial masyarakat.

    Modernisasi dan Tantangan Pacu Kuda Hari Ini

    Seiring perkembangan zaman, pacu kuda di Sumatera Barat menghadapi berbagai tantangan seperti perubahan gaya hidup, urbanisasi, dan terbatasnya lahan menjadikan pacu kuda tidak semudah dahulu.

    Beberapa gelanggang tua sempat vakum karena keterbatasan dana dan dukungan untuk pengembangan berkelanjutan.

    Namun, semangat tak pernah padam, Pemerintah provinsi bersama pengurus PORDASI Sumbar dan berbagai komunitas kuda tetap menjaga semangat dari tradisi ini tetap menyala.

    Gelanggang – gelanggang diperbaiki, event mulai rutin Pacu Kuda digelar, bahkan promosi dilakukan melalui media sosial dan pariwisata digital.

    Gairah anak muda terhadap pacu kuda mulai tumbuh kembali, apalagi dengan dikembangkannya sekolah – sekolah berkuda dan pelatihan joki muda.

    Program pelatihan kuda pun mulai didukung teknologi dan pendekatan sains olahraga untuk menciptakan iklim olahraga pacuan kuda yang bisa bersaing secara global.

    Pacu Kuda sebagai Daya Tarik Wisata Budaya

    Pemerintah daerah kini mulai bisa melihat pacu kuda sebagai aset wisata budaya unggulan, ditengah gencarnya promosi pariwisata halal dan berbasis budaya di Sumbar, pacu kuda menjadi salah satu ikon.

    Seperti Festival Pacu Kuda Tradisional Padang Pariaman yang sukses di gelar pada 5 April 2025 lalu di Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Padang Pariaman.

    Serta Festival Pacu Kuda Bukittinggi yang juga sukses digelar pada 11 Mei 2025 di Gelanggang Bukit Ambacang Kota Bukittinggi.

    Kedua gelaran Pacu Kuda tersebut berhasil menarik ribuan pengunjung setiap tahunnya, termasuk di dalamnya pertunjukan seni Minang, pameran kuliner khas, serta promosi UMKM.

    Jejak Prestasi dan Harapan Masa Depan

    Sumatera Barat tak hanya menyumbangkan tradisi pacu kuda kepada Indonesia, tetapi juga atlet berkuda nasional.

    Harapan ke depan, pacu kuda di Sumbar tidak hanya bertahan sebagai warisan budaya, tetapi terus berkembang sebagai cabang olahraga profesional dan destinasi wisata unggulan.

    Dibutuhkan sinergi antara pemerintah, komunitas lokal, dan generasi muda agar tradisi ini tidak hanya dikenang, tapi terus dijalani dan dilestarikan.

    Karena bukan hanya sekadar perlombaan adu cepat kuda saja, melainkan sebuah refleksi dari semangat masyarakat Minang yang ulet, kompetitif, dan bangga akan warisan budayanya.

    Mulai dari gelanggang Bukit Ambacang tahun yang dibangun tahun 1889 hingga festival modern hari ini, pacu kuda telah menjadi saksi sejarah, ruang kebersamaan, dan arena prestasi.

    Dimana tradisi ini mengajarkan bahwa warisan leluhur bukan untuk disimpan dalam museum, tetapi untuk terus dihidupkan dalam denyut kehidupan modern.

    Karena sejauh apapun zaman berlari, semangat pacu kuda tetap akan menderap dan lestari di tanah Minangkabau.

    Editor: Nanda Bismar
    Share. Facebook Twitter WhatsApp Telegram LinkedIn Copy Link
    Novi Fani Rovika
    • Instagram

    Related Posts

    Tradisi Juadah: Antaran Khas Pengantin dari Padang Pariaman

    June 5, 2025

    7 Warisan Budaya Tak Benda Dari Pesisir Selatan

    June 4, 2025

    9 Seni Budaya Populer dari Pariaman

    June 3, 2025
    Add A Comment

    Comments are closed.

    Top Posts

    Tradisi Juadah: Antaran Khas Pengantin dari Padang Pariaman

    June 5, 2025

    Danau Maninjau Pacu Biduak Open Race 2022

    December 1, 2022

    5 Things To Do in Mentawai Islands

    December 3, 2022

    5 Kebun Satwa di Sumatera Barat yang Wajib Kamu Kunjungi

    December 4, 2022

    6 Cafe Dengan Pemandangan Samudera Hindia di Kota Padang

    December 5, 2022

    Subscribe to Updates

    Get the latest tech news from FooBar about tech, design and biz.

    Search hotels and more...

    Destination

    Check-in date

    Fri 06 Jun 2025

    Check-out date

    Sat 07 Jun 2025
    Booking.com
    Most Popular

    Tradisi Juadah: Antaran Khas Pengantin dari Padang Pariaman

    June 5, 2025

    Danau Maninjau Pacu Biduak Open Race 2022

    December 1, 2022

    5 Things To Do in Mentawai Islands

    December 3, 2022
    Our Picks

    Tradisi Juadah: Antaran Khas Pengantin dari Padang Pariaman

    June 5, 2025

    Mengenal 6 Spesies Primata Endemik Kepulauan Mentawai

    June 5, 2025

    5 Cafe Baru di Padang, Cocok Buat Healing, Ngopi, atau Nugas

    June 5, 2025

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    Search hotels and more...

    Destination

    Check-in date

    Fri 06 Jun 2025

    Check-out date

    Sat 07 Jun 2025
    Booking.com
    Facebook X (Twitter) Instagram
    • About
    • Privacy Policy
    • Our Team
    © 2025 WestSumatra360.com. Designed by Hendri Simon.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

    Sign In or Register

    Welcome Back!

    Login to your account below.

    Lost password?