Pesisir Selatan merupakan salah satu daerah di Sumatera Barat yang cukup terkenal dengan destinasi wisata pantai yang memukau seperti Carocok atau Pulau Mandeh.
Tidak hanya sampai disitu, daerah ini ternyata menyimpan segudang warisan budaya dan tradisi menarik lainnya yang patut dilestarikan.
Salah satu jenisnya yaitu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang sudah diakui secara nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Dalam artikel kali ini, West Sumatra 360 akan mengulik tujuh warisan budaya dari Pesisir Selatan yang mencerminkan identitas, nilai-nilai, dan sejarah panjang masyarakat setempat.
1. Babiola
Babiola adalah seni pertunjukan tutur lisan yang berisi penuturan kaba (cerita) oleh tukang (seniman babiola) secara berirama, Kaba merupakan prosa liris (berirama) dengan kisah fiksi.
Babiola memiliki identitas yang membedakannya dengan tradisi tutur lisan lainnya, baik yang terdapat di Minangkabau maupun dalam kebudayaan lain.
Identitas tersebut berupa keberadaan ratok sikambang, yaitu menyampaikan bagian cerita dengan irama sedih, baik vokal maupun instrumen.
Seni tutur lisan yang satu ini tidak hanya diminati masyarakat setempat tetapi hingga ke berbagai daerah.
Salah satu cara masyarakat setempat melestarikanya yaitu dengan menampilkan pertunjukan babiola melalui rekaman video kaset CD, kemudian di jual di berbagai pasar tradisional.

2. Tari Benten
Tari Benten adalah tarian tradisional yang menggambarkan pertahanan dan ketegasan, Tari ini menjadi pandangan masyarakat setempat tentang dinamika kehidupan.
Gerakannya yang lembut namun tegas kemudian diiringi dengan intrumen adok dengan dominasi gerakan berputar dan gerakan kaki menciptakan nilai estetik dalam tarian.
Tarian ini sering ditampilkan dalam upacara adat dan perayaan penting di Pesisir Selatan yang juga memiliki status dan fungsi berhubungan dengan eksistensi pimpinan adat.
3. Tari Sikambang Manih
Tari Sikambang Manih merupakan warisan Inderapura dan di lakukan beberapa daerah di Pesisir Selatan hingga saat ini.
Makna tarian merupakan ekspresi seni yang menggambarkan rasa syukur dan kebahagiaan dengan gerakan yang halus dan penuh perasaan mencerminkan emosi mendalam.
Memiliki makna ungkapan syukur ketika menumbuk padi, Â tarian juga sering ditampilkan dalam acara budaya bahkan ketika masa panen berlangsung.
4. Tari Kain
Tari Kain adalah salah satu warisan budaya tak benda dari Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, yang menggambarkan perpaduan seni dan silat.
Tari ini tergolong langka namun tetap hidup dan berkembang di hampir seluruh nagari di Pesisir Selatan.
Mencerminkan budaya dan kehidupan masyarakat pesisir, termasuk nilai-nilai kerja sama, gotong royong, dan kekayaan adat Minangkabau.
Sesuai dengan namanya, tarian ini menggunakan kain panjang sebagai properti utama yang digunakan oleh penari.
Kain ini bisa disimbolkan sebagai alat untuk menunjukkan keharmonisan, keselarasan gerak, dan simbol kekuatan kolektif dalam masyarakat.
Memiliki makna sebagai hiburan dan pertunjukan budaya dalam acara adat, penyambutan tamu, atau festival seni.
5. Anak Balam
Di Pesisir Selatan, terdapat sebuah tradisi unik yang diwariskan turun-temurun, dikenal dengan nama Anak Balam.
Ritual Anak Balam merupakan praktik pengobatan tradisional yang berasal dari masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat.
Menggabungkan unsur musik, tarian, dan mantra sebagai sarana penyembuhan yang bersifat spiritual dan simbolis.
Dalam pelaksanaannya, beberapa penari biasanya berjumlah genap menari mengikuti irama musik biola sambil melafalkan mantra secara berirama.
Jumlah penari yang genap ini melambangkan pasangan burung perkutut (dikenal sebagai burung balam), yang biasanya menetaskan dua telur sekaligus.
Selama ritual berlangsung, dalam waktu tertentu, satu atau beberapa penari dapat mengalami kondisi trans atau pingsan.
Penari yang mengalami kerasukan dipercaya menjadi medium bagi roh nenek moyang atau kekuatan gaib untuk menyampaikan penyembuhan kepada pasien.
Baca Juga What to Do in Pesisir Selatan: One Day Trip Guide
6. Patang Balimau
Patang Balimau adalah tradisi khas masyarakat Minangkabau, khususnya di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, yang dilaksanakan menjelang bulan suci Ramadan.
Tradisi ini merupakan bentuk penyucian diri secara lahir dan batin sebagai persiapan menyambut bulan ramadhan.
Salah satu ciri khasnya adalah pelaksanaan di Nagari Limau Lunggo, dimana tradisi ini tidak melibatkan mandi di sungai, melainkan diadakan di halaman Balai Nagari.
Kemudian digabungkan dengan menampilkan kesenian tradisional dan pemberian zakat dari para perantau kepada masyarakat setempat.
Sementara itu, di Nagari Painan, Kecamatan IV Jurai, tradisi serupa dikenal dengan nama Balimau Paga.
Pelaksanaannya dilakukan di lapangan terbuka, seperti di Kawasan Wisata Pantai Carocok Painan, dan dihadiri oleh tokoh masyarakat serta pejabat setempat.
Setiap suku membawa limau yang dihias dengan kertas warna dan bunga, yang kemudian dinilai keindahannya.
Acara ini juga dimeriahkan dengan penampilan kesenian Minangkabau dan diakhiri dengan saling bersalaman sebagai simbol saling memaafkan.
7. Badampiang
Badampiang adalah seni berdialog dalam bentuk pantun yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Seni ini mencerminkan kecerdasan dan kelincahan berpikir masyarakat Pesisir Selatan dalam menyampaikan pesan-pesan moral dan sosial.
Badampiang sering ditampilkan dalam acara adat dan menjadi media hiburan yang edukatif
Badampiang adalah salah satu tradisi hiburan rakyat yang berkembang di masyarakat Minangkabau, khususnya di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Berasal dari kata “dampiang” yang berarti beriringan atau berpasangan, dan tradisi ini mencerminkan interaksi sosial yang santun melalui pertukaran pantun atau syair.
Pertunjukan Badampiang biasanya dilangsungkan pada malam hari di lapangan terbuka atau halaman rumah gadang setelah panen raya atau saat perayaan adat.
Dua kelompok, masing-masing laki-laki dan perempuan, berdiri berhadapan dan saling melempar pantun atau syair yang bernada lucu, romantis, atau sindiran halus.
Permainan kata ini sekaligus menunjukkan kecerdikan, keluwesan berbahasa, dan adab dalam bergaul.
Iringan musik rebana atau rapai menjadi latar pengiring yang menambah semarak suasana, sementara gerakan tari yang lembut dan ritmis ditampilkan seiring dengan irama lagu.
Bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media pendidikan budaya, mempererat tali silaturahmi, melatih kecakapan berbahasa, serta memperkuat nilai-nilai adat Minangkabau.
Ketujuh Warisan Budaya Tak Benda dari Kabupaten Pesisir Selatan diatas tidak hanya menjadi kebanggaan lokal, tetapi juga kontribusi berharga bagi kekayaan budaya nasional Indonesia.
Pelestarian dan pengembangan warisan ini menjadi tanggung jawab bersama agar generasi mendatang dapat terus mengenal dan menghargai nilai-nilai luhur di dalamnya.
Editor: Nanda Bismar