Gatik tulak bala menjadi salah satu ritual adat di Pariaman yang bermakna memohon perlindungan dari bala bencana.
Tradisi tersebut hingga saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat Pariaman yang sarat makna doa dan harapan.
Gatik Tulak Bala adalah bentuk puji-pujian dan doa kepada Allah SWT agar terhindar dari bala bencana, baik yang menimpa manusia maupun hasil tani.
Dilakukan secara kolektif oleh masyarakat, yang mengajarkan nilai kebersamaan sekaligus mengingatkan pentingnya hubungan manusia dengan Sang Pencipta.
Makna Gatik Tulak Bala
Secara harfiah, kata “Gatik” berarti doa atau puji-pujian kepada Allah SWT.
Dalam konteks Gatik Tulak Bala, doa ini bertujuan untuk memohon perlindungan dari berbagai bencana dan marabahaya.
Bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga menjadi wujud syukur kepada Allah atas karunia-Nya, terutama hasil panen yang melimpah.
Gatik Tulak Bala dilaksanakan oleh masyarakat Piaman setelah musim tanam padi, ketika umur padi berada di kisaran 25 hingga 60 hari.
Selain bertujuan untuk menjaga tanaman padi dari serangan hama atau penyakit, tradisi juga dimaksudkan untuk menolak bala yang mungkin mengancam hasil tani.
Pelaksanaan Gatik Tulak Bala
Tradisi ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat, mulai dari Alim Ulama, Umara, Tuanku Mudo, hingga warga desa yang memiliki ladang atau sawah.
Ritual biasanya dimulai dengan warga yang membawa obor minyak tanah dari bambu dan berjalan berkeliling kampung.
Sambil membawa obor, mereka mengumandangkan kalimat tauhid, takbir, dan tahlil dengan penuh kekhusyukan.
Suasana malam yang hening menjadi saksi betapa masyarakat Piaman berserah diri kepada Allah SWT.
Elemen penting dalam tradisi yaitu Paureh yang terdiri dari tanaman dan bahan alami seperti katidiang hitam, cikarau, cikumpai, umbuik pinang, jeruk nipis, dan air.
Paureh disiapkan sebagai simbol perlindungan untuk tanaman padi.
Setelah prosesi berkeliling kampung, air dari Paureh kemudian disiramkan ke tanaman padi oleh para petani.
Langkah ini diyakini dapat mengusir hama, penyakit, atau hewan pengerat yang kerap menjadi musuh tanaman padi.
Tradisi Makan Bersama di Pematang Sawah
Salah satu bagian yang tak terpisahkan dari Gatik Tulak Bala adalah makan bersama di pematang sawah.
Warga membawa makanan dari rumah masing-masing untuk dinikmati bersama tetua adat dan sesama warga di lokasi ritual.
Sehingga menciptakan suasana kebersamaan yang hangat dan mempererat hubungan antar warga desa.
Makan bersama juga menjadi simbol syukur atas hasil panen yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Selain itu, momen gatik menjadi sarana untuk berdiskusi dan berbagi cerita antarpetani mengenai kondisi pertanian mereka.
Nilai Religius dalam Gatik Tulak Bala
Sebagai tradisi yang bersifat ritual, Gatik Tulak Bala sarat dengan nilai-nilai keagamaan.
Doa dan dzikir yang dikumandangkan mengingatkan warga akan pentingnya bergantung kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk pertanian.
Ritual juga mengajarkan pentingnya rasa syukur atas segala karunia yang telah diberikan.
Dimana dalam bacaan doa atau dzikir, terdapat tiga elemen penting yang sering diucapkan yaitu tauhid, takbir, dan tahlil.
Keterlibatan ulama dan tokoh agama dalam tradisi ini juga menunjukkan betapa pentingnya peran agama dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.
Baca Juga: Dabuih Piaman, Atraksi Kekebalan Tubuh dari Senjata Tajam
Keunikan Gatik Tulak Bala
Keunikan dari Gatik Tulak Bala terletak pada kolaborasi antara aspek keagamaan dan tradisi lokal.
Ritual ini bukan hanya berfokus pada hasil panen, tetapi juga menyatukan warga desa dalam sebuah prosesi yang penuh makna.
Obor yang dibawa berkeliling kampung memberikan kesan visual yang indah, sementara lantunan doa menciptakan suasana yang khusyuk dan menenangkan.
Selain itu, makan bersama di pematang sawah menambahkan nilai kebersamaan yang semakin memperkaya makna dari Gatik Tulak Bala.
Gatik Tulak Bala adalah tradisi tahunan yang menjadi simbol hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Dengan melibatkan seluruh warga desa, ritual ini mencerminkan pentingnya kebersamaan dan rasa syukur dalam menjalani kehidupan.
Gatik Tulak Bala juga menunjukkan betapa masyarakat Minangkabau menghormati adat istiadat dan nilai-nilai agama yang telah diwariskan oleh leluhur mereka.
Melalui tradisi ini, masyarakat Piaman tidak hanya menjaga budaya mereka, tetapi juga memperkuat iman dan rasa syukur kepada Allah SWT.
Editor: Nanda Bismar