Silek adalah suatu bentuk seni bela diri tradisional yang berasal dari daerah Minangkabau di Sumatra Barat, Indonesia.
Silek Minangkabau dikenal karena menggabungkan teknik-teknik bela diri dengan nilai-nilai budaya dan adat istiadat.
Seni bela diri ini telah lama ada di masyarakat Minangkabau dan memiliki berbagai cabang atau aliran yang berbeda di beberapa daerah Sumatra Barat.
Silek Minang tidak hanya tentang kemampuan fisik, tetapi juga mencakup aspek-aspek lain seperti etika, disiplin, serta nilai-nilai keberanian dan pengendalian diri.
Seni bela diri ini umumnya diajarkan dari generasi ke generasi dalam lingkungan keluarga atau perguruan di Minangkabau.
Silek juga telah menjadi bagian integral dari budaya Minangkabau dan terus dilestarikan oleh para praktisi dan penggemar seni bela diri di berbagai belahan dunia.
Sejarah Silek Di Minang
Sejarah awal silek di Minangkabau sangat sulit untuk ditelusuri, namun melalui dokumentasi dan penjelasan yang ada.
Terdapat beberapa aliran silek tuo (tua) dari beberapa wilayah di Sumatra Barat yaitu Pauah, Sijunjung, dan Koto Anau.
Mengenai asal usul silat tentunya di berbagai darah di Minang memiliki cerita yang cukup beragam.
Tetapi secara umum yang banyak diketahui silek awal mulanya diwarisan dari seorang kusir bendi dari Limau Kapeh.
Ilmu silat yang berasal dari Lintau, serta pengajaran silat dari daerah Koto Anau.
Buku “Filsafat dan Silsilah Aliran-Aliran Silat Minangkabau” karya Mid Djamal (1986) juga memberikan gambaran tentang pendiri-pendiri silek Minangkabau.
Mereka termasuk Datuak Suri Dirajo di Pariangan, Kambiang Utan yang mungkin berakar dari Kamboja, Harimau Campo dari daerah Champa.
Kuciang Siam yang mungkin berasal dari Siam atau Thailand, dan Anjiang Mualim yang mungkin datang dari Persia.
Baca Juga Randai: Kesenian yang Menggabungkan Seni Lagu, Tari, Drama dan Silat
Era Datuak Suri Dirajo dianggap sebagai awal pembentukan silek Minangkabau dan gerakan-gerakan beladiri dari para pendiri ini menjadi bagian integral dari perkembangan silek.
Meskipun nama-nama pendiri silek seperti Kambiang Hutan dan Anjiang Mualim memiliki kemiripan dengan nama hewan.
Namun mereka sebenarnya adalah manusia dengan aliran sileknya.
Kemunculan silek dipengaruhi dari perdagangan dan hubungan budaya antara kawasan Minangkabau dengan Gujarat, Persia, Hadhramaut, Mesir, Campa, dan bahkan Madagaskar pada masa lampau.
Selain itu, hubungan dengan wilayah timur Sumatra juga memungkinkan adopsi elemen-elemen beladiri dari Cina, Siam, dan Champa.
Silek Sebagai Pertahanan
Setiap orang tentunya tahu bahwa silek berfungsi sebagai bentuk pertahanan atau bela diri dan seorang pesilat juga disebut dengan istilah pandeka (Pendekar).
Selain sebagai Seni pertahanan diri, Silek juga berfungsi sebagai olahraga bela diri yang melekat dalam keseharian kaum lelaki Minangkabau.
Bukan hanya lelaki, wanita minang juga banyak yang mengusasi bela diri ini untuk pertahanan diri tentunya.
Silek, memiliki aturan yang menggaris bawahi perlunya bertahan dari pada menyerang bagian tubuh berisiko.
Keterampilan dalam silek tidak hanya mengajarkan kedisiplinan fisik, tetapi juga melatih kesabaran yang mendalam.
Para pesilat menjalani latihan yang penuh makna, dengan tiga langkah mundur dan hanya satu langkah maju.
Konsep ini mencerminkan filosofi pengorbanan dan kesantunan, di mana seorang pesilat harus mampu mengalah, bersabar, dan menahan diri daripada menyerang dalam fase awal pertarungan.
Tiga langkah mundur memberikan celah bagi lawan untuk merenungkan serangannya.
Silek juga bagian integral dari kehidupan masyarakat Minangkabau.
Anak-anak dari berbagai nagari dahulunya mempelajari silek sebagai bekal perlindungan diri dari berbagai ancaman dan menjaga daerahnya.
Tradisi ini diwariskan dari generasi ke generasi, dengan anak-anak lelaki belajar di surau sejak usia dini.
Di bawah bimbingan guru mengaji yang juga memiliki pengetahuan dalam ilmu silek.
Silek Sebagai Kesenian
Silek juga digunakan dalam kesenian Minangkabau, biasanya disebut pencak silat. Istilah “pencak silat” berasal dari dua kata, “mancak” dan “silek”.
Mancak merujuk pada gerakan artistik dalam silek yang sering kali dipentaskan sebagai tarian dalam berbagai acara adat dan seremoni.
Gerakan-gerakan ini bukan hanya tentang seberapa efektifnya kekuatan fisik.
Tetapi juga tentang keindahan pertunjukan yang menunjukkan harmoni antara kekuatan dan keanggunan.
Dengan demikian, silek menjadi lebih dari sekadar seni bela diri, melainkan juga simbol budaya dan warisan yang kaya.
Ada beberapa contoh kesenian minang seperti randai, tari galombang yang terinspirasi dari gerakan silek dalam penampilanya.
Keunikan
Silek Minangkabau, memiliki konsep yang unik dan mendalam yang dikenal sebagai Tagak jo Langkah, atau Berdiri dan Langkah.
Dalam permainan silek, pola berdiri dan langkah menjadi ciri khas yang mencirikan kearifan budaya dan pandangan hidup masyarakat Minangkabau.
Tagak, yang berarti berdiri, merujuk pada posisi tegak dan kokoh yang dipegang oleh pesilat.
Ini mencerminkan sikap hormat terhadap tatanan alam dan kehidupan sosial yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Minangkabau.
Pesilat tidak hanya berdiri dalam arti fisik, tetapi juga dalam makna moral, menunjukkan sikap penuh integritas dan ketenangan dalam menghadapi situasi.
Pola langkah dalam silek memiliki kedalaman spiritual yang tercermin dalam mantera seperti tegak alif, pitunggua adam dan langkah Muhammad.
Posisi berdiri, yang diajarkan sebagai langkah pertama, dikenal sebagai bukak langkah atau sikap pasang.
Baca Juga 5 Kesenian Tradisional Kabupaten Solok Selatan yang Hampir Punah
Dalam hal ini, pesilat Minangkabau mengambil posisi tagak runciang, yang melambangkan perlindungan terhadap vitalitas dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar.
Kuda-kuda yang kokoh, dulu dilatih dengan berjalan menentang arus sungai, menunjukkan komitmen untuk mengasah kekuatan dan kestabilan fisik dan mental.
Langkah-langkah dalam permainan silek mirip dengan langkah berjalan, tetapi memiliki dimensi yang lebih dalam.
Posisi melangkah, seperti gelek, balabek, simpai, dan baliak, menggambarkan harmoni dengan alam dan kehati-hatian dalam setiap gerakan.
Terdapat pula pola langkah yang menjadi identitas pesilat Minangkabau.
Seperti langkah tigo (langkah tiga) yang membentuk segitiga, dan langkah ampek (langkah empat) yang membentuk segi empat.
Selain itu, langkah sambilan (langkah sembilan) digunakan untuk mancak (pencak), menunjukkan kompleksitas teknik dalam permainan.
Jadi, kesenian silek tradisional Minangkabau bukan hanya sebagai bentuk pertahanan diri semata, tetapi juga mengandung berbagai filosofi dan makna di setiap gerakanya.
Selain itu silek berkaitan erat juga dengan kesenian tradisional Minangkabau. Semoga bermanfaat ya, dan tunggu artikel menarik lainnya dari West Sumatra 360!