Bulan Ramadan selalu membawa atmosfer yang berbeda di berbagai daerah di Indonesia, tak terkecuali di Sumatera Barat.
Di provinsi yang dikenal dengan filosofi “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” berikut kekayaan budaya dalam balutan adat Minangkabau, Ramadan tidak sekadar bulan untuk beribadah.
Hal lainnya seperti dapat mempererat hubungan sosial dan memperkaya makna spiritual masyarakat, lewat berbagai tradisi unik yang hanya muncul saat bulan suci tiba.
Ramadan di Sumatera Barat bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tapi juga penuh dengan tradisi yang memperkaya kehidupan sosial dan budaya masyarakat Minangkabau.
Tradisi unik mulai dari Pasa Pabukoan yang meriah, hidangan takjil khas Minangkabau, hingga tradisi Pulang Basamo yang sarat makna.
Semuanya tidak hanya sekedar menjadi tradisi, tapi telah menjadi bagian dari identitas Ramadan di Ranah Minang.
Dengan menjaga dan melestarikan berbagai tradisi tersebut, masyarakat Sumatera Barat semakin memperkuat nilai kebersamaan dan spiritualitas dalam menjalani ibadah di bulan suci Ramadan.
Berikut adalah ulasan menariknya mengenai beberapa tradisi khas Ramadan yang masih lestari di Sumatera Barat hingga saat sekarang.
1. Pasa Pabukoan: Pasar Tumpah yang Ramai Menjelang Berbuka Puasa
Saat Ramadan, berbagai sudut kota dan nagari di Sumatera Barat dipenuhi oleh pasar tumpah yang dikenal dengan sebutan “Pasa Pabukoan”.
Pasar ini hanya ada selama bulan puasa dan mulai ramai menjelang sore hari dimana masyarakat berbondong-bondong ke Pasa Pabukoan untuk membeli hidangan berbuka puasa.
Berbagai makanan khas Minang tersedia, seperti kolak pisang, lapek bugih, cendol, serta aneka gorengan, menjadi daya tarik utama.
Selain itu, hidangan khas berbuka seperti bubur kampiun, es buah, dan palai bada juga menjadi buruan utama.
Tidak hanya makanan pembuka yang menjadi primadona, berbagai makanan berat juga tersedia untuk lauk pauk, seperti rendang, ayam bakar, ikan bakar, cancan daging, palai ikan, dan lainnya.

2. Menyantap Hidangan Takjil Khas Minangkabau
Setiap daerah memiliki takjil khasnya masing-masing. Sumatera Barat pun memiliki beberaka takjil khas yang biasanya hanya ada di bulan Ramadan.
Seperti Kolak Kolang Kaling, yaitu olahan buah yang berasal dari pohon aren, yang dipanen secara besar – besaran hanya menjelang bulan Ramadan tiba.
Kemudian bubur kampiun yang merupakan kombinasi bubur sumsum, candil, ketan hitam, dan kolak pisang dalam satu mangkuk.
Sementara yang tidak kalak ikonik adalah lamang tapai, dimana ketan yang dimasak dalam bambu dan disajikan dengan tapai yang terbuat dari ketan hitam.
Takjil ikonik khas bulan Ramadan seperti diatas menjadi pelengkap sempurna sebelum menikmati makanan utama.
Baca Juga 3 Sleeper Bus Terbaik Rute Jabodetabek – Sumatra Barat Untuk Perjalanan Lebih Nyaman
3. Bermain Petasan dan Kembang Api: Tradisi Seru Anak-Anak di Bulan Ramadan
Bagi anak-anak di Sumatera Barat, Ramadan adalah waktu yang ditunggu-tunggu terutama setelah melaksanakan ibadah sholat tarawih.
Bukan hanya karena suasana ibadah yang khusyuk, tetapi juga karena keseruan bermain petasan dan kembang api.
Seringkali suara ledakan petasan dan kilauan kembang api menghiasi langit malam sehingga menambah semarak suasana bulan puasa.
Walaupun sering dilarang karena alasan keamanan, tradisi ini masih menjadi bagian dari kenangan masa kecil banyak orang Minang dan masih dilakukan hingga saat ini.
4. Tadarus Al-Qur’an di Masjid dan Surau
Selama bulan Ramadan, suara lantunan ayat suci Al-Qur’an menggema di berbagai masjid dan surau di Sumatera Barat.
Aktivitas ini dikenal dengan sebutan tadarus dan biasanya dilakukan setelah salat Tarawih hingga larut malam.
Bukan hanya untuk meningkatkan pemahaman agama, tetapi juga menjadi ajang mempererat ukhuwah Islamiyah di antara warga.
Selain itu, di beberapa daerah, anak-anak yang sudah mahir membaca Al-Qur’an juga mendapat kesempatan untuk menjadi pemimpin tadarus di masjid atau surau.

5. Pulang Basamo: Mudik Ala Masyarakat Sumatera Barat
Menjelang lebaran, masyarakat Minangkabau yang merantau di berbagai daerah akan berbondong-bondong kembali ke kampung halaman dalam tradisi yang dikenal sebagai Pulang Basamo.
Tradisi ini bukan sekadar mudik biasa, tetapi dilakukan secara berkelompok dengan koordinasi yang baik di antara perantau dari satu daerah yang sama.
Pulang Basamo menjadi momen yang sangat dinantikan, karena selain berkumpul dengan keluarga, para perantau juga biasanya berkontribusi untuk pembangunan nagari mereka.
Berbagai kegiatan pembangunan dilakukan seperti merenovasi masjid atau memberikan sumbangan bagi masyarakat yang membutuhkan.
Editor: Nanda Bismar