Nilai-nilai budaya menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat Minangkabau, termasuk urusan pernikahan dengan salah satu tradisi yang terkenal yaitu “arak bako”.
Tradisi Arak Bako adalah suatu tradisi arak-arakan yang melibatkan mempelai perempuan khususnya masyarakat wilayah Solok dan sekitarnya.
Tradisi ini diorganisir oleh pihak bako, yaitu anggota kerabat perempuan dari keluarga ayah mempelai perempuan atau anak daro dalam bahasa Minang.
Dalam arak-arakan ini, pihak bako mengajak kerabat terdekat lainnya yang termasuk dalam garis kekerabatan mereka.
Tradisi ini juga sebagai bentuk ekspresi dari kebahagiaan pihak bako terhadap anak pisang yang akan menikah.
Penasaran dengan tradisi satu ini? yuk simak ulasan menariknya dari West Sumatra 360,
Tradisi Arak Bako
Pelaksanaan tradisi Arak Bako menunjukkan pentingnya posisi bako dalam struktur kekerabatan di Minangkabau.
Tradisi ini menjadi wujud syukur, kegembiraan, dan kebahagiaan pihak bako terhadap pernikahan anak pisang mereka.
Melalui Arak Bako, bako dari anak daro menyatakan rasa syukur dan kebahagiaannya atas pernikahan anak pisang mereka.
Tradisi tersebut juga menjadi cara bagi bako untuk menunjukkan dukungan dan perhatiannya terhadap pernikahan sesama kerabat.
Apabila tradisi Arak Bako tidak dilaksanakan, keluarga bako bisa dianggap tidak memperdulikan pernikahan kerabat mereka sendiri.
Bahkan pada tahun 2019, Tradisi Arak Bako ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai warisan budaya tak benda dari provinsi Sumatera Barat.
Baca Juga Mengenal Tradisi Turun Mandi di Minangkabau
Rangkaian Acara Tradisi Arak Bako
Tradisi Arak Bako terdiri dari beberapa tahapan, yaitu maantaan tando, batimbang tando, malam bainai, dan arak bako.
Rangkaian tradisi ini dimulai dengan kerabat perempuan dari pihak ayah/bako pertama-tama menjemput anak daro dari rumah orang tuanya.
Di rumah induak bako, mereka mengenakan pakaian khusus arak-arakan kepada anak daro.
Setelah itu, pihak bako mengarak anak daro dari rumah induak bako menuju rumah anak daro.
Peserta tradisi Arak Bako adalah kerabat dari pihak ayah anak daro, termasuk induak bako terdekat dan kerabat lainnya, bahkan bisa mencakup tetangga dekat rumah induak bako.
Induak bako terdekat biasanya adalah kakak atau adik perempuan dari keluarga ayah anak daro, sementara yang lebih jauh bisa mencakup istri dari kakak atau adik ayah anak daro.
Semakin banyak orang yang diundang, semakin meriah pelaksanaan Arak Bako dan semakin tinggi status sosial pihak bako di mata masyarakat.
Arak-arakan ini dilakukan dengan berjalan kaki di pinggir jalan raya, membentuk barisan panjang.
Anak daro berada di posisi paling depan. Kadang-kadang, anak daro ditemani oleh marapulai tergantung kesepakatan dengan bersama keluarga.
Di belakang anak daro, posisi ditempati oleh Tuo Arak Bako, seorang perempuan yang dihormati di lingkungan bako anak daro.
Semakin ke belakang, posisi dalam barisan menunjukkan semakin jauh hubungan kekerabatan dengan pihak bako dan anak daro.
Rombongan Arak Bako membawa berbagai barang pemberian untuk anak daro. Induak bako membawa barang-barang yang dikhususkan untuk anak daro.
Sementara itu, anggota rombongan lainnya, yang bisa mencapai ratusan, membawa kado dan beras di atas kepala mereka.
Setelah sampai di rumah orang tua anak daro, semua barang diterima oleh seorang perempuan di halaman rumah.
Setelah proses serah terima selesai, rombongan Arak Bako dijamu makan oleh keluarga anak daro di dalam rumah.
Setelah jamuan, mereka meninggalkan lokasi sambil menyerahkan kembali anak daro kepada orang tuanya.
Pelaksanaan Tradisi Arak Bako
Tradisi Arak Bako tersebar hampir di seluruh wilayah Kota/Kabupaten Solok, dan menjadi elemen penting dalam prosesi pernikahan.
Setiap kelurahan di Solok rutin melaksanakan tradisi ini karena budaya dan adat istiadat di daerah ini masih sangat terjaga.
Pelaksanaan tradisi Arak Bako masih sering terlihat di Solok, meskipun kini terdapat beberapa kemudahan dalam pelaksanaannya.
Dahulu, rombongan Arak Bako berjalan kaki dalam barisan panjang menyusuri tepi jalan raya menuju rumah orang tua anak daro.
Namun, saat ini, anggota rombongan sering kali menggunakan mobil jika jarak antara rumah bako dan rumah orang tua anak daro cukup jauh.
Rombongan akan turun sekitar setengah kilometer dari rumah anak daro dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Tradisi Arak Bako diikuti oleh banyak orang yang berasal dari keluarga bako anak daro.
Jumlah peserta tradisi Arak Bako bisa mencapai ratusan, bahkan melibatkan hingga seribu orang.
Berdasarkan informasi yang didapatkan, tanggal 14 Desember 2017 yang lalu, Pemerintah Kota Solok merayakan tradisi Arak Bako ini sebagai bagian dari perayaan Hari Ulang Tahun ke-47 Kota Solok.
Luar biasanya, acara ini berhasil memecahkan rekor dunia Museum Rekor Dunia Indonesia dengan jumlah peserta terbanyak, yaitu 1.566 orang.
Pakaian Yang Digunakan Dalam Tradisi Arak Bako
Pakaian yang digunakan dalam Tradisi Arak Bako memiliki makna simbolis yang mendalam.
Para perempuan dalam rombongan tradisi Arak Bako mengenakan baju kurung basiba dan kain sarung bugis sebagai pakaian mereka.
Mereka juga melilitkan sebuah selendang yang disebut “salodang” di kepala mereka.
Salodang adalah sejenis kain selendang perempuan yang terbuat dari kain panjang.
Kombinasi dari baju kurung basiba, kain sarung bugis, dan salodang adalah pakaian adat yang umum dipakai oleh perempuan Solok yang telah menikah.
Nah demikianlah ulasan mengenai tradisi arak bako yang masih eksis hingga saat ini, terutama di wilayah solok dan sekitarnya.
Saksikan tradisi arak bako dan bergabunglah dengan kebudayaan lokal yang unik dan menarik.
Editor: Nanda Bismar