Di sudut barat daya Sumatera Barat, terdapat sebuah nagari yang menyimpan kekayaan alam  ekosistem pesisir luar biasa, yaitu Nagari Sungai Pinang, Kabupaten Pesisir Selatan.
Tidak hanya dikenal dengan panorama laut biru nan bening, tetapi juga rumah bagi salah satu ekosistem paling vital di dunia yaitu ekosistem mangrove.
Mangrove Sungai Pinang merupakan kawasan hijau yang tumbuh di antara daratan dan lautan yang luas.
Akar-akarnya yang mencuat ke permukaan dengan dedaunan lebat, yang kemudian menghadirkan berbagai jenis fauna.
Dibalik kesan tenangnya, hutan mangrove di pesisir ini bekerja siang dan malam menjaga keseimbangan alam.
Melindungi kehidupan manusia, menyimpan potensi ekonomi, serta wisata yang sangat menjanjikan.
Bukan hanya menjadi penjaga garis pantai dari abrasi, tetapi juga rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna khas pesisir.
Dengan potensi ekologi dan ekonomi yang besar, kawasan ini memang layak dikembangkan menjadi taman konservasi tumbuhan dan biota laut.
Penasaran dengan uniknya hutan mangrove di Sungai Pinang? Berikut ulasan menariknya dari tim West Sumatra 360.
Hutan Mangrove: Sabuk Hijau Pelindung Pesisir
Mangrove adalah jenis hutan tropis yang tumbuh di wilayah pasang surut air laut dan merupakan salah satu ekosistem paling produktif di dunia.
Di Sungai Pinang, mangrove tumbuh subur di sepanjang muara sungai yang tenang dan terlindung.
Pepohonan seperti Rhizophora mucronata, Avicennia marina, dan Sonneratia alba mendominasi lanskap yang membentuk sabuk hijau sebagai benteng alami dari gelombang laut dan badai.
Akar-akar bakau yang khas bukan hanya memperkuat struktur tanah, tapi juga menciptakan habitat bagi berbagai makhluk hidup.
Ikan-ikan muda, kepiting bakau, udang, hingga burung-burung laut menggantungkan hidupnya pada hutan tersebut.
Dalam ekosistem yang seimbang, mangrove adalah tempat berlindung, berkembang biak, hingga menjadi rantai makanan dalam ekosistem laut yang sehat.

Keajaiban Ekologi Mangrove: Penjaga Alam Pesisir
Di Kawasan Sungai Pinang, hutan ini menjadi penjaga garis pantai dari abrasi dan tsunami, sekaligus menyaring limbah dan menjaga kualitas air laut.
Tidak berlebihan jika mangrove disebut sebagai ekosistem yang memberikan “jasa ekosistem” dalam berbagai bentuk.
Mangrove bukan sekedar pohon yang tumbuh di lumpur, sekaligus adalah benteng pertama dari ancaman abrasi, badai, dan gelombang laut.
Hutan mangrove memiliki fungsi sebagai pelindung alami garis pantai, menahan lumpur, dan memperlambat gelombang air laut sebelum mencapai daratan.
Berikut beberapa keajaiban yang menjadi fungsi serta manfaat penting dari hutan mangrove di Sungai Pinang:
Perlindungan dari Bencana Alam
Akar-akar mangrove yang rapat dapat menahan hempasan ombak dan angin kencang, menjadikan wilayah pesisir lebih tahan terhadap tsunami maupun badai.
Pengendali Iklim
Mangrove memiliki kemampuan menyimpan karbon lima kali lebih banyak dibandingkan hutan daratan.
Dengan demikian, ekosistem ini memainkan peran penting dalam mitigasi perubahan iklim yang akhir-akhir ini mulai dirasakan dampaknya.
Ekosistem mangrove dikenal dapat menyimpan karbon dalam jumlah besar di akar dan tanahnya, menjadikannya alat alami mitigasi perubahan iklim
Habitat Keanekaragaman Hayati
Hutan mangrove menjadi tempat berkembang biak berbagai spesies ikan, udang, kepiting, dan burung air.
Ekosistem mangrove di Sungai Pinang menjadi rumah penting bagi banyak spesies, termasuk yang terancam punah.
Di Sungai Pinang tumbuh beberapa jenis mangrove seperti Rhizophora, Avicennia, dan Sonneratia.
Di dalamnya hidup kepiting bakau, udang, berbagai jenis ikan, burung air, bahkan kadang dijumpai biawak dan penyu yang melintas.
Di Sungai Pinang, kita juga bisa menyaksikan elang laut, bangau, dan kadang-kadang penyu yang datang bertelur di pantai sekitar hutan.       Â
Pendidikan dan Wisata Ekologi
Kawasan ekosistem mangrove dengan hutan bakau di Sungai Pinang, sangat cocok untuk kegiatan edukatif, penelitian, serta wisata berbasis alam dan budaya.
Sumber Kehidupan Masyarakat
Bagi masyarakat Sungai Pinang, mangrove bukan hanya pelindung alam, tetapi juga sumber penghidupan.
Banyak nelayan yang bergantung pada ekosistem ini karena menyediakan habitat ikan dan biota laut lain yang mereka tangkap.

Konservasi dan Keanekaragaman Hayati
Sungai Pinang menyimpan potensi yang luar biasa sebagai kawasan konservasi pesisir dan edukasi lingkungan.
Fauna yang menghuni kawasan tidak kalah menarik, seperti Burung bangau, elang laut, bahkan monyet ekor Panjang, menjadi pemandangan sehari-hari di kawasan mangrove.
Jika beruntung, pengunjung juga bisa mendengar seruan suara siamang yang bersahut – sahutan di pagi hari, serta menyaksikan penyu berenang di lautnya yang bening.
Ekosistem mangrove nagari Sungai Pinang sangat berpotensi dikembangkan menjadi taman konservasi.
Karena kawasan ini relatif terjaga, serta masih menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat yang hidup berdampingan dengan alam.
Dengan pendekatan partisipatif dari masyarakat lokal, konservasi di Sungai Pinang bisa menjadi model ideal pengelolaan kawasan pesisir di Sumatera Barat.
Baca Juga 5 Goa Terindah di Sumatra Barat, Destinasi Wajib Untuk Pecinta Petualangan
Potensi Wisata Berbasis Edukasi dan Konservasi:
Letak strategis Sungai Pinang yang berada dalam zona Kawasan Wisata Terintegrasi Mandeh, membuatnya mudah diakses wisatawan yang ingin menikmati sisi tenang dan alami Mandeh.
Selain wisata bahari, ekowisata mangrove menjadi alternatif menarik bagi wisatawan yang haus akan pengalaman autentik, edukatif, dan ramah lingkungan.
Berikut beberapa aktivitas ekowisata yang dapat dilakukan di kawasan mangrove Sungai Pinang:
1.     Susur Hutan Mangrove dengan Perahu
Menyusuri Lorong alami diantara akar mangrove menggunakan perahu kecil atau perahu nelayan lokal, akan menjadi pengalaman menyenangkan sekaligus mengedukasi dan membuka mata.
Pemandu lokal akan menjelaskan tentang ekosistem, kemudian pengunjung dapat melihat langsung burung – burung bermain di air, ikan meloncat di permukaan, dan keunikan pohon – pohon bakau yang menjulang kokoh.
2.     Penanaman Mangrove
Aktivitas ini menjadi daya tarik utama wisatawan di Sungai Pinang, karena banyak wisatawan yang berminat berkontribusi langsung dalam konservasi.
Di Sungai Pinang, wisatawan diajak menanam bibit mangrove sebagai kontribusi nyata terhadap konservasi.
3.     Birdwatching dan Fotografi Alam
Kawasan mangrove Sungai Pinang, kaya akan burung-burung eksotis sehingga menjadi surga dan sangat cocok bagi para pengamat burung dan photographer alam.
Saat menjalankan aktivitas mengamati burung liar di habitatnya, terutama saat musim migrasi, burung seperti elang laut, kuntul, dan bangau sering terlihat bertengger di pucuk mangrove.
4.     Wisata Edukasi untuk Sekolah dan Komunitas
Banyak sekolah, komunitas, dan mahasiswa yang berkunjung ke Sungai Pinang untuk belajar langsung tentang pentingnya ekosistem mangrove, metode rehabilitasi, dan peran masyarakat lokal dalam pelestarian lingkungan.
Masyarakat Sungai Pinang: Penjaga Sekaligus Pelaku Ekowisata
Kunci keberhasilan pengelolaan ekosistem mangrove di Sungai Pinang adalah keterlibatan aktif masyarakat, terutama pemuda dan perempuan.
Komunitas seperti Andespin (Anak Desa Sungai Pinang) mempelopori berbagai kegiatan edukasi lingkungan, konservasi, hingga pelatihan wisata berbasis masyarakat.
Mereka mengembangkan pendekatan yang tidak hanya fokus pada penyelamatan lingkungan, tetapi juga pemberdayaan ekonomi lokal.
Dari kegiatan penanaman hingga pelatihan pemandu lokal, semua dilakukan dengan prinsip kolaborasi, partisipasi, dan keberlanjutan.
Selain itu, Andespin juga mendorong kelompok masyarakat untuk mulai mengembangkan produk turunan mangrove sebagai peluang ekonomi.
Seperti sirup, kopi dan kerajinan tangan berupa batik mangrove dari buah pidada, atau limbah mangrove dari buah yang jatuh secara alami.
Meski kaya akan potensi, kawasan mangrove Sungai Pinang juga menghadapi berbagai tantangan.
Alih fungsi lahan, sampah plastik, dan tekanan pembangunan pesisir menjadi ancaman nyata bagi tidak hanya flora namun juga fauna penghuninya.
Oleh karena itu, penting untuk menata kawasan secara berkelanjutan, menetapkan zonasi konservasi dan wisata secara jelas, serta memperkuat peran masyarakat lokal.
Kawasan ini berpotensi menjadi pusat edukasi dan konservasi mangrove untuk wilayah Sumatera Barat, bahkan nasional, jika dikelola secara tepat.
Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, komunitas, dan sektor pariwisata harus terus diperkuat.
Editor: Nanda Bismar