Malongge mungkin terdengar asing di telinga sebagian orang, namun tradisi ini telah berlangsung lama di Koto Malintang, Sumatera Barat.
Sebagai salah satu penghasil durian terbaik, tidak heran jika Sumatera barat memiliki tradisi yang berkaitan langsung dengan raja buah tersebut.
Di antara banyak nagari yang menghasilkan durian berkualitas tinggi, Nagari Koto Malintang Kabupaten Agam, menjadi salah satu sentra durian yang terkenal.
Tidak hanya dinikmati oleh masyarakat setempat, tetapi juga didistribusikan ke berbagai kota besar seperti Bukittinggi, Padang, dan kota-kota lain di Indonesia.
Di Bukittinggi, durian Koto Malintang bisa dengan mudah ditemukan di Pasar Banto, tempat berkumpulnya para pedagang durian dari seluruh Sumatera Barat.
Namun, terdapat satu hal yang membuat durian dari Koto Malintang begitu istimewa, bukan hanya dari segi rasa, tetapi juga dari aturan adat yang mengikat.
Tradisi ini disebut Malongge, yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat setempat.
Berikut adalah ulasan menariknya dari West Sumatera 360.
Tradisi Malongge, Berbagi Rezeki dari Durian Jatuh
Salah satu tradisi unik yang masih lestari di Koto Malintang adalah Malongge, yaitu kebiasaan masyarakat dalam berbagi hasil panen durian yang jatuh dari pohonnya.
Tradisi ini memberikan kesempatan bagi warga yang tidak memiliki kebun durian untuk ikut menikmati durian jatuh dari pohon milik warga lain.
Sebelum mengumpulkan durian jatuh, masyarakat harus mendengarkan aturan yang diberikan oleh ninik mamak (tetua adat) atau pemilik kebun durian.
Waktu Malongge ditentukan antara pukul 04.00 hingga 06.00 WIB dan dalam rentang waktu tersebut.
Siapapun diperbolehkan mengumpulkan durian yang jatuh di kebun mana saja, tetapi dengan satu syarat utama yaitu dilarang memetik durian dari pohon.
Ketika jarum jam sudah menunjukkan pukul 06.00 WIB, warga harus segera menghentikan aktivitas mengumpulkan durian.
Ninik mamak atau pemilik kebun biasanya akan memberi tanda bahwa waktu Malongge telah berakhir.
Durian yang sudah dikumpulkan boleh dibawa pulang untuk dinikmati bersama keluarga, bahkan jika jumlahnya banyak, boleh dijual.

Aturan Ketat Bagi Pemilik Kebun Durian
Tidak hanya warga yang mengikuti tradisi Malongge yang harus mematuhi aturan, tetapi pemilik kebun durian juga memiliki ketentuan khusus yang harus ditaati.
Mereka tidak diperbolehkan memetik durian langsung dari pohonnya, Durian yang dijual haruslah durian jatuh alami, karena memiliki kualitas yang lebih baik.
Larangan memetik durian ini bukan tanpa alasan, Durian yang jatuh secara alami memiliki kematangan yang sempurna, rasa yang manis, dan tekstur daging lembut.
Jika pemilik kebun sengaja memetik durian sebelum waktunya, kualitas durian Koto Malintang bisa menurun dan bisa memengaruhi reputasi durian dari daerah ini.
Bagi pemilik kebun yang melanggar aturan dan memetik durian langsung dari pohon, masyarakat memiliki sanksi adat yang cukup berat.
Pohon durian milik pelanggar akan dikuliti sehingga akhirnya mati, tidak hanya itu, pemilik yang t menebang pohon duriannya sendiri juga mendapatkan sanksi sosial.
Akibat aturan ini, jumlah pohon durian di Koto Malintang semakin bertambah karena tidak ada yang berani menebang pohon sembarangan.
Baca Juga 5 Buah yang Bisa Kamu Makan Ketika Tersesat di Hutan Sumatra
Dampak Sosial dan Ekonomi dari Tradisi Malongge
Durian adalah komoditas bernilai ekonomi tinggi di Sumatera Barat dengan harganya yang cukup mahal sering kali menimbulkan berbagai konflik sosial.
Terutama antara permasalahan antara pemilik kebun dan warga yang tidak memiliki kebun, seperti pencurian buah durian.
Namun, dengan adanya tradisi Malongge, dampak sosial negatif ini bisa diminimalisir.
Tradisi ini menciptakan rasa saling berbagi dan mempererat hubungan sosial antara pemilik kebun dan masyarakat sekitar.
Mereka yang tidak memiliki kebun tetap bisa menikmati hasil panen durian, sementara pemilik kebun tetap bisa menjual durian yang berkualitas.
Selain itu, tradisi ini juga menjadi salah satu daya tarik budaya yang unik di Koto Malintang.
Wisatawan yang datang bisa menikmati durian langsung dari sumbernya, dan juga bisa menyaksikan bagaimana tradisi Malongge berlangsung.
Menjaga Tradisi di Tengah Perubahan Zaman Yang Terjadi
Seiring dengan modernisasi, banyak tradisi adat yang mulai ditinggalkan, namun, Malongge masih bertahan dan dihormati oleh masyarakat Koto Malintang.
Hal ini menunjukkan bagaimana kearifan lokal masih berperan dalam menjaga keseimbangan sosial dan ekonomi masyarakat.
Tradisi juga menjadi pelajaran penting tentang bagaimana masyarakat bisa berbagi hasil bumi dengan cara yang adil dan tetap menjaga hubungan baik antar sesama.
Tidak hanya itu, aturan ketat tentang larangan memetik durian juga menjadi bentuk penghormatan terhadap alam, di mana pohon durian dibiarkan tumbuh alami.
Keunikan Koto Malintang bukan hanya terletak pada duriannya yang lezat, tetapi juga pada tradisi dan nilai-nilai adat yang masih terjaga dengan baik.
Jika suatu saat kamu berkunjung ke Sumatera Barat, cobalah untuk menikmati durian Koto Malintang langsung dari sumbernya.
Sekaligus sambil mengenal lebih dalam tradisi Malongge yang menjadi salah satu warisan budaya Minangkabau.
Bagaimana menurutmu? Apakah tradisi seperti Malongge ini masih relevan untuk diterapkan di daerah lain?
Editor: Nanda Bismar