Dalam rangka memperingati hari jadi yang ke-44 pada tahun ini, pemerintah Desa Matotonan yang terletak di pedalaman Siberut Kepulauan Mentawai kembali menggelar acara “Puliaijat Eeruk”.
Menariknya, rangkaian upacara adat ini akan dipimpin langsung oleh puluhan Sikerei yang mendiami Desa Matotonan sehingga semakin menambah semarak perayaan.
Namun sebelum menelisik lebih jauh mengenai tradisi Puliaijat Eeruk, terlebih dahulu kita akan mengenal desa Matotonan yang terkenal masih asri dan hidup berdampingan dengan alam sekitar.
Masyarakat Desa Matotonan juga terkenal dengan jiwa toleransi yang tinggi sehingga kehidupan harmonis antar sesama penduduk senantiasa terjaga.
Diantara desa di Pulau Siberut, Desa Matotonan juga memiliki Sikerei terbanyak yaitu sekitar 37 orang dan belasan lainnya tersebar di beberapa desa yang mendiami Pulau.
Walaupun terkenal dengan adat dan budaya yang masih kental, penduduk Desa Matotonan yang mayoritas telah memeluk agama islam.
Tetapi, masih mempertahankan beberapa tradisi nenek moyang mereka sebagai bentuk penghormatan.
Ritual Adat Arat Sabalungan
Beberapa ritual adat yang masih digelar hingga saat ini, diantaranya adalah ritual adat “Arat Sabalungan” yaitu kepercayaan yang dianut oleh para Sikerei
Kemudian di dalamnya terdapat “Puliaijat Eeruk” yaitu semacam ritual meminta keberkahan dan keselamatan jiwa raga para penduduk.
Pertama kali yang dilakukan dalam upacara Puliaijat Eeruk adalah pemerintah desa meminta para Sikerei untuk berkumpul dan secara bersama-sama mendoakan keselamatan jiwa raga seluruh masyarakat.
Baca Juga 7 Fakta Menarik Suku Mentawai: Keunikan Dialek & Ragam Tradisi Unik
Rangkaian acara tersebut akan berlangsung selama tiga hari tiga malam, yang dimulai dengan acara “Liat Siboitok” atau pembukaan yang dilakukan oleh para Sikerei di desa Matotonan.
Setelah upacara pembukaan, selanjutnya adalah acara “Pasibelek” yang berarti memanggil roh-roh untuk datang dan menyampaikan pesan kepada masyarakat melalui ritual tarian (uturuk) yang disebut dengan “Lajotsimagre”.
Keesokan harinya merupakan acara inti dari “Puliaijat Eeruk” yang Dimulai dengan “Soggi Kaccaila” oleh “Sikebbukat” (tetua adat).
Dimana “Kaccaila” yang terbuat dari daun aren tersebut kemudian dikalungkan ke seluruh masyarakat / penonton yang hadir.
Proses pengalungan tersebut juga sambil dibacakan mantera keselamatan dan kesehatan oleh Para Sikerei.
Penyembelihan Babi
Kemudian pada acara puncaknya, dilakukan penyembelihan babi sebagai bentuk pengorbanan dan meminta keselamatan serta perlindungan kepada para leluhur.
Menyembelih babi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam setiap ritual adat yang dilakukan masyarakat Matotonan. Bahkan terdapat total 18 ekor babi yang dikorbankan untuk “Puliaijat Eeruk” kali ini.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa mayoritas penduduk desa matotonan merupakan pemeluk agama islam
Oleh karena itu panitia tetap menyiapkan satu ekor sapi dan beberapa ekor ayam sebagai penghormatan untuk di sembelih.
Ritual adat seperti “Puliaijat Eeruk” menekankan arti pentingnya tolerasi dan berbagi kepada sesama.
Oleh karena itu panitia memastikan bahwa seluruh pengunjung yang hadir untuk mendapatkan potongan daging yang telah disembelih.
Melalui ritual adat tersebut, masyarakat Desa Matotonan juga ingin menyampaikan bahwa mereka senantiasa menjaga kelestarian adat leluhur untuk terus diwariskan kepada generasi mendatang.
Editor: Nanda Bismar